• Home
  • How to Buy
  • Site Map
  • About Us
  • Contact Us
www.tanijaya.com - Suplier Benih Tanaman Kayu & Legume Cover Crop
  • Benih Legume Cover Crops (Penutup Tanah)
  • Benih Orok-Orok
  • Benih Kayu Kehutanan
  • Benih Sayuran
  • Home
  • How to Buy
  • Site Map
  • About Us
  • Contact Us
  • Home
  • Index Berita
  • Segala artikel tentang tanaman cover crop, tanaman kehutanan, tanaman penyubur tanah,& sayuran

Information

Categories

  • Benih Legume Cover Crops (Penutup Tanah)
  • Benih Orok-Orok
  • Benih Kayu Kehutanan
  • Benih Sayuran

Berita

Legume Cover Crop dan Manfaatnya bagi Lahan Pertanian

1 Agustus 2024

Legume cover crop (LCC) merupakan tanaman leguminose atau kacang-kacangan yang sengaja ditanam di area pertanian. Tujuannya adalah untuk menutupi tanah alias mencegah kerusakan tanah sekaligus memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah itu sendiri ... detail

Kelebihan dan Kekurangan CM (Calopogonium mucunoides)

1 Agustus 2024

Legume cover crop (LCC) adalah tanaman dari genus Leguminosa (buah berpolong/ kacangan). Berikut adalah kelebihan dan Kelemahan CM ... detail

Manfaat Benih LCC Pueraria javanica

1 Agustus 2024

Pueraria javanica merupakan jenis tanaman leguminosae yang sering dimanfaatkan sebagai LCC (Legum Cover Crop) dengan berbagai macam manfaat. Tanaman ini dapat menekan pertumbuhan gulma, bahkan jenis Chromolena. ... detail

Segala artikel tentang tanaman cover crop, tanaman kehutanan, tanaman penyubur tanah,& sayuran

31 Juli 2024

terdapat bermacam macam diskripsi atau pengetahuan tentang cover crop. perkebunan, pertanin, kehutanan, tanaman , beserta manfaat dan jenis jenisnya, ... detail

» index berita

Featured

Benih Biji Orok-orok/ Crotalaria Juncea ( CRJ)
Benih Biji Orok-orok/ Crotalaria Juncea ( CRJ)
Benih Legume Cover Crops Mucuna Bracteata ( MB )
Benih Legume Cover Crops Mucuna Bracteata ( MB )
  • customer servis

Segala artikel tentang tanaman cover crop, tanaman kehutanan, tanaman penyubur tanah,& sayuran

31 Juli 2024
Share

Segala artikel tentang tanaman cover crop, tanaman kehutanan, tanaman penyubur tanah,& sayuran







Mahoni

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
?Mahoni
Mahoni sebagai tanaman pelindung.
Mahoni sebagai tanaman pelindung.
Status konservasi
Status iucn2.3 VU.svg
Rentan (IUCN 2.3)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
(tidak termasuk) Eudicots
(tidak termasuk) Rosids
Ordo: Sapindales
Famili: Meliaceae
Genus: Swietenia
Spesies: S. macrophylla
Nama binomial
Swietenia macrophylla
King

Mahoni adalah anggota suku Meliaceae yang mencakup 50 genera dan 550 spesies tanaman kayu. [1]

Daftar isi

  [sembunyikan] 
  • 1 Morfologi dan penyebaran
  • 2 Manfaat
  • 3 Syarat Tumbuh
  • 4 Referensi

[sunting]Morfologi dan penyebaran

Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. [2]Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir.[2] Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua.[2] Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan.[3] Buahnya buahkotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat.[4] Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jatidan tempat-ternpat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung.[5] Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.[6]

[sunting]Manfaat

Buah mahoni untuk pengobatan

Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air.[7] Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen(O2) yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar.[7] Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air.[7]Buah mahoni memiliki zat bernama flavonolds dan saponins.[8] Flavonolds sendiri dikenal berguna untuk melancarkan peredaran darah sehingga para penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah disarankan memakai buah ini sebagai obat.[8] Khasiat flavonolds ini juga bisa untuk mengurangi kolesterol, penimbunan lemak pada saluran darah, mengurangi rasa sakit, pendarahan dan lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas.[8] Sementara itu, saponins memiliki khasiat sebagai pencegah penyakit sampar, bisa juga untuk mengurangi lemak di badan, membantu meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah.[9] Sifat Mahoni yang dapat bertahan hidup di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di tepi jalan. Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa, tanaman ini bukanlah tanaman yang baru, karena sejak jaman penjajahan Belanda mahoni dan rekannya, Pohon Asam, sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh terutama di sepanjang jalan yang dibangun oleh Daendels antara Anyer sampai Panarukan. Sejak 20 tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayu mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai primadona kedua dalam pasar kayu. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan tidak mudah luntur. Sedangkan getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem, dan daun mahoni untuk pakan ternak.[10]

[sunting]Syarat Tumbuh

Mahoni dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai dan menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang mampu bertahan hidup di tanah gersang sekalipun. Walaupun tidak disirami selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan hidup. [10] Syarat lokasi untuk budi daya mahoni diantaranya adalah ketinggian lahan maksimum 1.500 meter dpl, curah hujan 1.524-5.085 mm/tahun, dan suhu udara 11-36 C. [11]




Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Mahoni




SENGON BUTO (Enterolobium cyclocarpum)

Biji Sengon Buto

Sengon Buto adalah pohon yang pertumbuhannya cepat hingga siap pakai tanpa harus menunggu puluhan tahun untuk layak pakai dan layak jual, kwalitas kayu Sengon Buto lebih baik dibanding sengon putih atau sengon laut. Sebaran alami sengon buto dari daerah tropis Amerika, terutama di bagian utara, tengah dan selatan Mexico. Jenis ini tumbuh pada ketinggian 0 – 1000 m dpl dengan curah hujan 600 – 4800 mm/tahun. Sengon buto tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Toleran terhadap tanah berpasir dan asin tapi bukan pada tanah berlapisan dangkal. Tahan terhadap suhu dingin dan terpaan angin. Di Indonesia mulau di tanam pada tahun 1974 di kebun percobaan Pusat Penelitian hutan di Sumber Wringin dan RPH Sumber Wringin, Situbondo Jawa Timur dan berfungsi sebagai sumber benih.

Buah sengon buto termasuk buah polong, dengan kulit keras. Bentuk polong melingkar dengan garis tengah 7 dan 5 cm sehingga pangkal buah dan ujungnya menempel. Benih masak ditandai dengan warna buah coklat tua dan berisi ± 13 benih. Benih sengon buto berukuran panjang 1,1 – 2 cm dan garis tengah 0,8 – 1,3 cm dan agak gemuk, berwarna coklat tua dengan garis coklat muda ditengahnya. Dalam 1 kg terdapat 900 – 1000 benih.


Kegunaan Sengon Buto

Kayu sengon buto coklat kemerahan, ringan (kerapatan 0,34-0,6 g / cm ³) dan kedap air, digunakan untuk membuat barang-barang seperti pintu, jendela, perabot, lemari, dan untuk pembuatan kapal.

Referensi

http://en.wikipedia.org/wiki/Enterolobium_cyclocarpum

http://cikud.wordpress.com

http://sengonbuto.com/identifikasi-benih-sengon/



Sumber : http://matoa.org/sengon-buto-enterolobium-cyclocarpum/



TREMBESI (Samanea Saman)

Biji Trembesi

Samanea saman yang sering disebut dengan Trembesi (Rain tree) merupakan tanaman pelindung yang mempunyai banyak manfaat. Trembesi dapat bertahan 2-4 bulan atau lebih lama di daerah yang mempunyai curah hujan 40 mm/tahun (dry season) atau bahkan dapat hidup lebih lama tergantung usia, ukuran pohon, temperatur dan tanah. Trembesi juga dapat hidup di daerah dengan temperatur 20-300oC, maksimum temperatur 25-380oC, minimum 18-200oC, temperatur minimum yang dapat ditoleransi 80oC. Tanaman peneduh hujan ini akan tumbuh 15-25 m (50-80 ft) di tempat terbuka dengan diameter kanopi (payung) lebih besar dari tingginya.

Trembesi berbentuk melebar seperti payung (canopy), pohon yang masuk dalam sub familiMimosaceae dan famili Fabaceae ini biasa ditanam sebagai tumbuhan pembawa keteduhan. Uniknya, daun pohon saman bisa mengerut di saat-saat tertentu, yaitu 1,5 jam sebelum matahari terbenam dan akan kembali mekar saat esok paginya setelah matahari terbit. Jika hujan datang, daun-daunnya kembali menguncup. Bentuk dahannya kecil kecil seperti dahan putri malu. Daun ini tumbuh melebar seperti pohon beringin, tetapi tidak simetris alias tidak seimbang. Bijinya mirip dengan biji kedelai, hanya warna cokelatnya lebih gelap. Bunganya menyerupai bulu-bulu halus yang ujungnya berwarna kuning, sementara pada dasar bunga berwarna merah. Buahnya memanjang, berwarna hitam kala masak dan biasa gugur ketika sehabis matang dalam keadaan terpecah. Setiap panjang tangkainya berukuran 7-10 sentimeter.

Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik namun sekarang tersebar di seluruh daerah tropika. Di Indonesia, orang menjuluki tanaman ini dengan sebutan Ki Hujan atau trembesi, sementara dalam bahasa Inggris dinamai rain tree (pohon hujan), monkeypod atau saman. Asal muasalnya dari Hawaii, tetapi banyak tersebar di kepulauan Samoa, daratan Mikronesia, Guam, Fiji, Papua Nugini dan Indonesia.

Manfaat Trembesi

Pohon Trembesi

Trembesi merupakan jenis pohon yang memiliki kemampuan menyerap karbondioksida dari udara yang sangat besar. Pohon ini mampu menyerap 28.488,39 kg CO2/pohon setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian Hartwell (1967-1971) di Venezuela, akar trembesi dapat digunakan sebagai obat tambahan saat mandi air hangat untuk mencegah kanker. Ekstrak daun trembesi dapat menghambat pertumbuhan mikrobakterium Tuberculosis (Perry, 1980) yang dapat menyebabkan sakit perut. Trembesi juga dapat digunakan sebagai obat flu, sakit kepala dan penyakit usus (Duke and Wain, 1981)

Budidaya Trembesi

Perkembangbiakan trembesi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pembibitan (metode yang biasanya digunakan), pemotongan dahan, ranting, batang dengan cara pencangkokan. Proses pembibitan untuk skala besar dapat menggunakan biji trembesi dengan cara :

  • Perkecambahan biji akan tumbuh dengan baik sekitar 36-50% tanpa perlakuan. Perkecambahan biji yang tidak diperlakuan akan tumbuh di tahun pertama penyimpanan biji (Seed Storage)
  • Pembibitan biji dapat dilakukan dengan memberi perlakuan tertentu pada biji trembesi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih cepat, yaitu dengan memasukkan biji dalam air selama 1-2 menit dengan suhu 800C (1760F) dengan voluem air 5x lebih banyak dari volume biji, aduk biji kemudian keringkan. Rendam biji dalam air hangat dengan suhu 30-400 C (86-1040F )selama 24 jam. Metode ini akan membnatu perkecambahan biji 90-100%. (Craig and George, tanpa tahun). Skarifikasi biji (pengelupasan biji) akan tampak 3-5 hari setelah perlekuan dengan menyimpannya dalam tempat teduh dengan pemberian air yang konstan untuk membantu pertumbuhan biji.

Biji sudah siap untuk ditanam setelah perkecambahan. Saat itu panjang kecambah 20-30 m. Bibit yang mempunyai diameter >10 mm dapat lebih bertahan dari air hujan. Perkiraan ukuran bibit saat penanaman yaitu ketika mempunyai tinggi sekitar 15-30 cm (6-12 inci) dengan panjang akar sekitar 10 cm (4 inci) dan panjnag batang mencapai 20 cm (8 inci). Diameter batang dari bibit harus mencapai 5-30 mm. Penanaman ini dapat dilakukan di pasir (tempat pembibitan) atau di tanam di polybag yang berukuran 10×20 cm dengan komposisi 3:1:1 (tanah : pasir : kompos). Perawatan bibit diperlukan untuk menjaga bibit agar bisa tumbuh besar terutama dari serangan hama dan terpaan angin. Perawatan ini dilakukan sampai Rain Tree menjadi lebih tinggi dan siap untuk melindungi.

Referensi

http://muslimahsakura90.wordpress.com/2010/01/27/ki-hujan-samanea-saman-sebagai-pengisi-ruang-terbuka-hijau/

http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_hujan

http://worldkids.wordpress.com/trembesi-samane-saman-tanaman-pelindung-yang-terlupakan/

http://www.tunashijau.org/dayaserappohon.htm



Sumber : http://matoa.org/trembesi-samanea-saman/






Jeungjing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sengon laut)
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
?Jeungjing
Pohon jeungjing, Paraserianthes falcataria dari Darmaga, Bogor
Pohon jeungjing, Paraserianthes falcataria
dari Darmaga, Bogor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Upafamili: Mimosoideae
Genus: Paraserianthes
Spesies: P. falcataria
Nama binomial
Paraserianthes falcataria
(L.) I.C. Nielsen
Sinonim

Albizia falcataria (L.) Fosberg
Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W.Grimes

Jeungjing, jeunjing atau sengon laut adalah nama sejenis pohon penghasil kayu anggotasuku Fabaceae (Enterolobium cyclocarpum Griseb). Pohon yang diklaim memiliki pertumbuhan tercepat di dunia ini, dapat mencapai tinggi 7m dalam waktu setahun, nama ilmiahnya adalah Paraserianthes falcataria.[1] Jeunjing menghasilkan kayu ringan yang berwarna putih, cocok untuk konstruksi ringan, peti-peti pengemas, papan partikel (particle board) dan papan lapis (blockboard).

Nama-nama lainnya adalah sika, selawaku (Maluku), bae, bai, wai, wahogon (Papua), batai(Mly.), kalbi, albasiah atau albise (Jw.. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama-namaMoluccan sau, falcata, atau white albizia.[1][2][3]

Daftar isi

  [sembunyikan] 
  • 1 Pengenalan
  • 2 Sifat-sifat kayu
  • 3 Pemanfaatan
  • 4 Anak jenis dan kerabat dekat
  • 5 Ekologi dan silvikultur
  • 6 Rujukan
  • 7 Pranala luar

[sunting]Pengenalan

Semai (anak pohon) jeungjing

Pohon, sedang sampai agak besar, mencapai tinggi 40m dan gemang hingga 100cm atau lebih. Batang utama umumnya lurus dan silindris, dengan tinggi batang bebas cabang (clear bole) mencapai 20m. Pepagan berwarna kelabu atau keputih-putihan, licin atau agak berkutil, dengan jajaran lentisel.[1] Bertajuk rindang dan renggang. Ranting yang muda bersegi, berambut.

Daun majemuk menyirip ganda, dengan satu kelenjar atau lebih pada tangkai atau porosnya, 23-30 cm. Sirip-sirip daun berjumlah 6-20 pasang, masing-masing berisi 6-26 pasang anak daun yang berbentuk elips sampai memanjang, dengan ujung yang sangat miring, runcing, 0,6-1,8 × 0,5 cm.[4]

Bunga berkelamin dua, terkumpul dalam bulir yang bercabang, 10-25 cm, terletak di ketiak daun. Berbilangan 5, kelopak bunga bergigi setinggi lk. 2mm. Tabung mahkota bentuk corong, putih dan lalu menjadi kekuningan, berambut, tinggi lk. 6mm. Benangsari berjumlah banyak, putih, muncul keluar mahkota, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung.[4]

Buah polong tipis serupa pita, lurus, 6-12 × 2 cm, dengan tangkai sepanjang 0,5-1 cm. Polong memecah sepanjang kampuhnya. Biji 16 atau kurang.[4]

[sunting]Sifat-sifat kayu

Kayu terasnya berwarna hampir putih atau coklat muda; kayu gubalnya hampir tak terbedakan dari kayu teras.[2]

Kayu jeungjing memiliki permukaan yang licin atau hampir licin, dan mengkilap; dengan tekstur yang agak kasar dan merata. Kayu yang masih segar berbau seperti petai, yang lambat laun menghilang apabila kayunya menjadi kering.[2]

Termasuk ke dalam kayu ringan, jeungjing memiliki berat jenis sekitar 0,33. Kayu ini termasuk ke dalam kelas kuat IV-V, dan kelas awet IV-V. Kayu jeungjing cukup mudah diawetkan (keterawetan sedang) dan mudah pula dikeringkan, meskipun pada kayu yang seratnya tidak lurus mudah terjadi pencekungan dan pemilinan. Pengeringan alami papan dengan ketebalan 2,5 cm hingga kadar air sekitar 20% memerlukan waktu kurang-lebih 33 hari.[2]

Kayu jeungjing relatif mudah dikerjakan: digergaji, diserut, dibentuk, diamplas, dan dibubut. Pemboran dan pembuatan lubang persegi kadang-kadang memberikan hasil yang kurang memuaskan.[2]

[sunting]Pemanfaatan

Penggergajian kayu jeungjing diJasinga, Bogor

Secara tradisional, kayu jeungjing di Jawa Barat banyak digunakan sebagai bahan ramuan rumah: papan-papan, kasau, balok, tiang dan sebagainya. Di Maluku, pada masa lalu kayu jeungjing biasa digunakan sebagai bahan pembuatan perisai karena sifatnya yang ringan, liat dan sukar ditembus.[2]

Kini kayu jeungjing biasa digunakan untuk pembuatan papan, peti-peti pengemas, venir, pulp (bubur kayu), papan serat (fiber board), papan partikel (particle board), papan lapis (blockboard), korek api, kelom (alas kaki) dan kayu bakar.[2]

Jeungjing juga kerap ditanam sebagai tanaman hias, pohon peneduh dan pelindung di perkebunan, pengendali erosi, pupuk hijau, serta sebagai penghasil kayu bakar. Daun-daunnya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak (ayam dan kambing). Pepagannya menghasilkan zat penyamak, yang digunakan sebagai ubar jala.[1][3]

[sunting]Anak jenis dan kerabat dekat

Paraserianthes falcataria memiliki tiga anak jenis[1]:

  • P.f. falcataria, aslinya menyebar di Maluku dan Papua
  • P.f. salomonensis Nielsen, dari Kepulauan Solomon
  • P.f. fulva (Lane-Poole) Nielsen (sinonim: Albizia fulva Lane-Poole dan Albizia eymae Fosberg), dari pegunungan Papua.

Jeungjing dibawa ke Kebun Raya Bogor oleh J. Teijsmann dari Pulau Banda dan sejak tahun 1871 tanaman ini mulai menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara.[3] Sekarang jeungjing telah ditanam di pelbagai negara tropis, terutama untuk produksi kayunya.

Di Papua Nugini bagian tenggara, didapati jenis Paraserianthes pullenii (Verdc.) Nielsen. Pohon ini kemungkinan menghasilkan kayu yang serupa dengan P. falcataria.[1] Kemlandingan gunung (Paraserianthes lophanta (Willd.) Nielsen) adalah pohon kecil yang ditemukan menyebar di pegunungan-pegunungan di Sumatra, Jawa, Bali, Lombok dan Flores, dan melompat ke Australia barat daya. [5]

[sunting]Ekologi dan silvikultur

Tegakan jeungjing di Darmaga, Bogor

Habitat asli P. falcataria adalah hutan-hutan primer, namun kemudian sering ditemui di hutan sekunderdan dataran banjir di tepian sungai, serta kadang-kadang di hutan pantai.[1]

Jeungjing cocok di tempat yang beriklim basah hingga agak kering, mulai dari dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 1.500 m dpl. Pohon ini dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur, tanah becek maupun yang agak asin.[2]

Permudaan alami jarang terjadi karena bijinya sukar tumbuh. Sebelum disemaikan, biji jeunjing perlu disiram air mendidih dan dibiarkan terendam selama 24 jam. Setelah itu dapat disemaikan dalam bedengan, dan dipindahkan ke lapangan setelah berumur 2-3 bulan. Anakan pohon di atas 3 bulan dapat dipindahkan dalam bentuk stump.[2]

Biji-biji jeungjing cukup dikeringkan di udara selama 10-15 hari sebelum kemudian disimpan. Penyimpanan yang baik dalam wadah yang kering dan tertutup dapat mempertahankan daya tumbuh benih hingga setahun.[2]

Jeungjing umum ditanam dalam jarak 2m × 2m hingga 4m × 4m. Untuk keperluan produksi kayu, tegakan ini pada umur 4-5 tahun kemudian dijarangi menjadi 250 batang perhektare; dan pada umur 10 tahun menjadi 150 batang/ha. Penebangan biasa dilakukan setelah tegakan berumur 12-15 tahun. Selain itu perlu pula dilakukan pemangkasan, karena jeungjing cenderung bercabang 2-3, yang kurang baik bagi produksi kayu. Untuk produksi pulp, jeungjing biasa dipanen lebih awal, yakni pada umur 8 tahun.[1]

Tumbuh dengan cepat, pada rotasi tebangan 8-12 tahun riap volume rata-rata tahunan kayu jeungjing adalah antara 25-30 m³/ha. Pada tanah-tanah yang subur di Indonesia, riap ini bahkan dapat mencapai 50-55 m³/ha/tahun.[1]

Jeungjing juga sering ditanam dalam bentuk wanatani, bercampur dengan aneka komoditas lain[1], termasuk padi ladang, cabai, kapulaga, hingga ke salak pondoh.

saat ini tanaman jeungjing mengalami serangan hama parah yaitu karat puru dan diganti Berkas:Jabon sebagai tanaman alternatif yang memiliki nilai ekonomi tinggi

[sunting]Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (eds.). 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 5(1): Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. PROSEA – Balai Pustaka. Jakarta. ISBN 979-666-308-2. Hal. 343-349
  2. ^ a b c d e f g h i j Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira, K. Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia, jilid II: 59-64. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor.
  3. ^ a b c Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 2. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 869-870.
  4. ^ a b c Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 214-215 (sebagai Albizzia falcàtaBacker).
  5. ^ Steenis, CGGJ van. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Puslit Biologi LIPI, Bogor. Lembar gambar 26 (sebagai Albizia lophanta (Willd.) Benth.)



Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sengon_laut




SEKILAS TENTANG TANAMAN 

Crotalaria Usorinensis 






Crotalaria adalah genus tanaman herba dan semak berkayu di Fabaceae Keluarga (Faboideae subfamili) umumnya dikenal sebagai rattlepods. Sekitar 600 atau lebih spesies Crotalaria dijelaskan seluruh dunia, sebagian besar dari daerah tropis, setidaknya 500 spesies yang diketahui dari Afrika. Beberapa spesies Crotalaria ditanam sebagai tanaman hias. Nama umum rattlepod atau rattlebox berasal dari fakta bahwa benih menjadi longgar di pod saat mereka dewasa, dan mainan saat polong terguncang. Nama berasal dari κροταλον Yunani, berarti "castanet", dan adalah akar yang sama sebagai nama untuk ular derik (Crotalus).


Rattlepod
Crotalaria spesies digunakan sebagai tanaman pangan oleh larva dari beberapa spesies Lepidoptera termasuk sericeus Endoclita, Etiella zinckenella dan Utetheisa ornatrix. Alkaloid beracun yang dihasilkan oleh beberapa anggota dari genus ini dikenal dimasukkan oleh larva Utetheisia dan digunakan untuk mengamankan pertahanan mereka dari predator. [1]
Crotalaria spectabilis Roth diperkenalkan ke AS dari India untuk pupuk hijau. Sebagai legum yang mendukung bakteri pengikat nitrogen, itu dianggap sebagai "pembangun tanah." Namun, juga beracun bagi ternak (seperti juga kacang-kacangan banyak), dan telah menyebar dengan cepat di seluruh tenggara Amerika Serikat di mana sekarang dianggap sebagai spesies invasif.
Monocrotaline alkaloid, alkaloid pyrrolizidine, prinsip beracun utama Crotalaria spectabilis, digunakan untuk menginduksi hipertensi paru eksperimental di laboratorium hewan. [2] [3] Larva dari ngengat pakan berukir pada tanaman dan kembali tujuan senyawa beracun sebagai pertahanan, mengeluarkan ketika mereka terancam oleh predator potensial.
Crotalaria longirostrata, juga dikenal sebagai "longbeak rattlebox" atau sebagai "chipilín", adalah sayuran berdaun umum di Oaxaca dan Amerika Tengah. Hal ini dianggap sebagai gulma di Amerika Serikat.
"Crotalaria pallida" serbuk sari dapat menyebabkan reaksi alergi pada manusia, termasuk pembengkakan mata dan wajah, ruam pada leher dan bahu, dan gatal-gatal. Gejala dapat memakan waktu hingga seminggu


Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Crotalaria






MENGAENAL TANAMAN KALIANDRA MERAH

a. Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Calliandra
Spesies : Calliandra calothyrsus

    b. Nama Daerah
    Di tempat asalnya, jenis ini memiliki beberapa nama umum, yang paling sering digunakan adalah “cabello de angel” (artinya ”rambut malaikat”) dan “barbe sol” (artinya ”jenggot matahari”). Di Indonesia jenis ini disebut ”kaliandra merah”. ”Kaliandra putih” adalah jenis yang berkerabat tetapi sekarang tidak lagi diklasifikasikan dalam Callianda, tetapi nama ilmiahnya adalah Zapoteca tetragona.

        c. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
        Calliandra calothyrsus merupakan jenis yang unik dalam marganya karena penggunaannya yang luas secara internasional sebagai pohon serbaguna untuk wanatani. Jenis ini secara alami terdapat di Meksiko dan Amerika Tengah, dari negara bagian Colima, Meksiko, turun ke pesisir utara Panama bagian tengah. Pada tahun 1936 benih tanaman ini dikirimkan dari Guatemala selatan ke Jawa. Benih ini kemungkinan besar dikumpulkan dari provenans “Santa Maria de Jesus” di Guatemala. Sampai tahun 1974, berbagai percobaan di tingkat desa telah dilakukan untuk menilai kesesuaiannya untuk penghijauan lahan-lahan yang tererosi di sekitar desa. C. calothyrsus terbukti sesuai untuk berbagai kegunaan sistem wanatani dan dipromosikan oleh instansi kehutanan di Indonesia untuk penyebaran pertanaman. Dari Jawa jenis ini kemudian diperkenalkan ke berbagai pulau lainnya di Indonesia. Kepopuleran jenis ini lalu membangkitkan minat di tempat lain dan benihnya dikirimkan ke negara-negara lain di Afrika, Asia dan bahkan kembali ke Amerika Tengah. Sekarang jenis ini diyakini telah tersebar di seluruh kawasan tropis. Pada waktu yang bersamaan, yaitu awal tahun 1980-an, suatu lembaga penelitian di Costa Rica, CATIE, melakukan pengumpulan benih dari beberapa provenans di Guatemala, Costa Rica dan Honduras untuk uji coba di Amerika Tengah. Pada tahun 1990 Oxford Forestry Institute mulai melakukan pengumpulan benih secara lebih luas lagi, dan kegiatan ini berakhir pada tahun 1993. Pengumpulan biji ini meliputi 50 provenans dari delapan negara di sebaran alaminya. Biji yang dikumpulkan dikirimkan ke 32 negara untuk evaluasi jenis dan provenans. Percobaan tersebut menunjukkan bahwa provenans yang diintroduksi ke Jawa pada tahun 1930-an, yang merupakan sumber dari hampir semua populasi eksotik, merupakan salah satu yang paling produktif dari provenans yang ada. Provenans lain yang cepat tumbuh adalah San Ramón, dari Nikaragua, yang menghasilkan lebih banyak biomassa tetapi kurang baik kualitasnya sebagai hijauan ternak.

            Calliandra calothyrsus tumbuh alami di sepanjang bantaran sungai, tetapi dengan cepat akan menempati areal yang vegetasinya terganggu (misalnya, tepi-tepi jalan). Jenis ini tidak tahan naungan dan cepat sekali kalah bersaing dengan vegetasi sekunder lain. Di Meksiko dan Amerika Tengah tanaman ini tumbuh di berbagai habitat dari ketinggian permukaan laut sampai 1860 m. Jenis ini terutama terdapat di daerah yang curah hujannya berkisar antara 1000 dan 4000 mm, meskipun populasi tertentu terdapat di daerah yang curah hujan tahunannya hanya 800 mm. Jenis ini terutama terdapat di daerah yang musim kemaraunya berlangsung selama 2-4 bulan (dengan curah hujan kurang dari 50 mm per bulan). Namun pernah ada juga spesimen yang ditemukan di daerah yang musim kemaraunya mencapai 6 bulan. Jenis ini tumbuh di daerah dengan suhu minimum tahunan 18-22° C. Jenis ini tidak tahan terhadap pembekuan. Di tempat tumbuh aslinya, jenis ini hidup pada berbagai tipe tanah dan tampaknya tahan terhadap tanah yang agak masam dengan pH sekitar 4,5. Jenis ini tidak tahan terhadap tanah yang drainasenya buruk dan yang tergenang secara teratur.

              C. Habitus
              Calliandra calothyrsus adalah pohon kecil bercabang yang tumbuh mencapai tinggi maksimum 12 m dan diameter batang maksimum 20 cm. Kulit batangnya berwarna merah atau abu-abu yang tertutup oleh lentisel kecil, pucat berbentuk oval. Ke arah pucuk batang cenderung bergerigi, dan pada pohon yang batangnya coklat-kemerahan, ujung batangnya bisa berulas merah. Di bawah batang, sistem akarnya terdiri dari beberapa akar tunjang dengan akar yang lebih halus yang jumlahnya sangat banyak dan memanjang sampai ke luar permukaan tanah. Jika di dalam tanah terdapat rhizobia dan mikoriza, akan terbentuk asosiasi antara jamur dengan bintil-bintil akar. Dalam populasi jenis tertentu pertumbuhan akar tumbuh menyerupai akar penghisap sehingga tanaman membentuk rumpun yang sebenarnya merupakan satu tanaman tunggal saja. Jenis ini memiliki daun-daun yang lunak yang terbagi menjadi daun-daun kecil. Panjang daun utama dapat mencapai 20 cm dan lebarnya mencapai 15 cm dan pada malam hari daun-daun ini melipat ke arah batang. Tangkai daun bergerigi dengan semacam tulang di bagian permukaan atasnya, tetapi tidak memiliki kelenjar-kelenjar pada tulang sekundernya. Di sebaran alaminya, tanaman ini berbunga sepanjang tahun, tetapi masa puncak pembungaannya terjadi antara bulan Juli dan Maret. Di Indonesia, musim berbunga jenis ini sangat bervariasi antara daerah satu dengan daerah lainnya, bergantung pada jumlah curah hujan dan persebarannya, dan puncaknya berlangsung antara bulan Januari dan April. Tandan bunga berkembang dalam posisi terpusat. Bunganya bergerombol di sekitar ujung batang. Bunga menjadi matang dari pangkal ke ujung selama beberapa bulan. Bunga ini mekar selama satu malam saja dengan benang-benang mencolok yang umumnya berwarna putih di pangkalnya dan merah di ujungnya (walaupun kadang ada juga yang berwarna merah-jambu). Sehari kemudian benang-benang ini akan layu dan bunga yang tidak mengalami pembuahan akan gugur. Polong terbentuk selama dua sampai empat bulan dan ketika sudah masak, panjangnya dapat mencapai 14 cm dan lebarnya 2 cm. Polong berbentuk lurus dan berwarna agak coklat, dan berisi 8-12 bakal biji yang akan berkembang menjadi biji oval yang pipih. Permukaan biji yang sudah matang berbintik hitam dan coklat, dan terdapat tanda yang khas berbentuk ladam kuda pada kedua permukannya yang rata. Biji yang masak panjangnya dapat mencapai 8 mm dan keras ketika ditekan dengan kuku. Di tempat persebaran alaminya, puncak musim biji terjadi antara bulan November dan April. Di Indonesia, C. calothyrsus menghasilkan biji dari bulan Juli sampai November. Dengan keringnya polong, maka pinggirannya yang tebal mengeras sehingga polong merekah mendadak dari ujungnya. Bijinya keluar dengan gerakan berputar dan bisa terpental sejauh 10 m. Kecambah tumbuh dengan kedua keping biji muncul di atas permukaan tanah. Daun pertama hanya memiliki satu sumbu yang menjadi tempat tumbuh helai daun, tetapi daun berikutnya terbagi menjadi sumbu-sumbu sekunder.

                  D. Penggunaan dan Pemanfaatan 
                  Spesies tanaman multiguna ditanam utamanya untuk hijauan pakan suplemen bagi pakan kualitas rendah yang diberikan pada ruminansia. Juga digunakan sebagai pupuk hijau, tanaman pelindung bagi kopi dan teh, untuk memperbaiki tanah dan menahan erosi. Digunakan sebagai sumber serbuk sari bagi produksi madu. Juga sangat penting di sebagain Afrika (seperti Uganda, Rwanda) sebagai panjatan bagi tanaman kacang-kacangan. Sumber kayu bakar yang sangat baik, kayu kaliandra kering sangat cepat (batang kecil kering satu hari) dan terbakar dengan baik tanpa asap.


                    E. Penanaman

                    Biji memerlukan skarifikasi seperti merendam biji dalam air dingin selama 48 jam. Penggunaan air panas berisiko membunuh biji akibat suhu tinggi yang berlebihan. Skarifikasi secara mekanis juga dapat dilakukan. Penanaman dapat dilakukan dengan cara semai langsung biji yang telah diskarifikasi pada kedalaman 1-3 cm atau dengan pindah tanam bibit yang telah setinggi 20-50 cm yang telah ditumbuhkan pada tempat pembibitan. Bibit dapat ditanam berbaris dengan jarak tanam 3-4 m, atau pada penggunaan sebagai sumber pakan ditanam dengan jarak 0,5-1 m secara menyebar. Penggunaan inokulasi mungkin bermanfaat pada daerah baru ditanamai. Pertumbuhan awal lambat tetapi pertumbuhan selanjutnya sangat cepat dan pohon dapat mencapai tinggi 3,5 m dalam 6 bulan. Tidak dapat tumbuh baik bila dipotong.

                    Sumber : Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia, Balai Teknologi Perbenihan, Departemen
                    Kehutanan R.I



                    Sumber : http://rajabenih.com/kaliandra-merah-calliandra-calothyrsus






                    SEKILAS TENTANG KALIANDRA

                    SALAH satu usaha penghijauan tanah-tanah pegunungan yang gundul di Jawa Tengah adalah penanaman Calliandra. Karena mungkin belum populer. maka pada awal April lalu ini Perhutani Unit I Jawa Tengah perlu mengadakan tour ke Jawa Timur untuk mengunjungi Gunung Banyak dan desa Toyomarto di daerah Malang. Sebab di lereng Banyak, tanaman tersebut sangat baik hasilnya. Kepada pembantu TEMPO di Semarang, Humas Perhutani Jawa Tengah menjelaskan bahwa jenis tanaman calliandra ini merupakan pionir untuk memberantas tanaman liar seperti alang-alang, tembelekan, gelagah dan kirinya. Banyak mengandung bintil-bintil akar penyubur tanah (Leguminosa), cepat rimbun menutupi tanah, daunnya-mudah lapuk membentuk humus serta penanaman dan pemeliharaannya mudah. Daunnya digemari kambing, dan kayunya sebagai kayu bakar bermutu baik. Ditanam di pinggir jalan, pekarangan-pekarangan rumah, tanggul-tanggul irigasi dan pematang sawah, punya keindahan dengan bunga-bunga cantik . Asalnya dari Guatemala, datang pertama kali tahun 1936 berupa biji, nama aslinya Xilip de Qorcolorado dan kemudian diganti dengan Calliandra callothyrsus Meissen yang berbunga merah. Yang berbunga putih namanya Xilip de Hora Blancos yang datang tahun 1939 dan kemudian diganti nama dengan Calliandra tetragona B. Et. HH. Kedatangannya bukan sekedar sebagai koleksi Kebun Raya Bogor, tetapi telah dicoba penanamannya di Bogor, Cikampek, Pasirhantap, dan Sumberingin. Ir. L. Verhoef menyimpulkan bahwa kaliandra merah dapat mencapai tinggi 3--5 meter tetapi di Jawa Timur pada tahun 1970 bisa 10 meter. Di Jawa Timur disebar-luaskan di daerah Bondowoso, Jember, Malang, Pasuruan, Blitar, Kediri dan lereng Lawu. Di Balapulang Jawa Tengah Perhutani telah menyebar biji-biji kalliandra dengan pesawat terbang. Sebagai penghasil kayu bakar, ternyata melebihi hasil tanaman palawija dengan perbandingan tanaman palawija di tempat yang sama gersangnya. Di kecamatan Singosari Malang dengan penyuluhan dari Perhutani penduduk telah mau menanam kaliandra di tegalannya. Kepala Desa Toyomarto, M. Ambyah menyatakan perbandingannya dengan tanaman palawija di desanya. Kalau 1 hektar sawah dengan biaya Rp 10 ribu panenan pertama dapat 150 meter kubik, panen kedua 200 meter kubik kayu bakar yang setiap meternya laku Rp 600. Sekali tanam kaliandra tersebut terus dipetik selama 10 tahun tanpa pemeliharaan. Sedang kalau tanam palawija tidak akan dapat dan perlu tenaga pemeliharaan yang rajin. Misalnya tanaman Jagung, setahun dengan biaya sekitar Rp 25 ribu, hasilnya tidak lebih dari Rp 45 ribu, belum nanti kalau diserang hama. Dengan banyaknya tanaman kaliandra, di desanya tidak lagi ada berita rakyatnya mencuri kayu dari hutan-hutan sekitarnya. Dengan berhasilnya pengembangan tanaman kaliandra itu Direksi Perum Perhutani Jakarta telah memberikan tanda penghargaan berupa uang dan transistor kepada Kepala Desa Toyomarto serta seorang penduduk bernama Dasmi yang mula-mula mempelopori penanaman kaliandra sejak 1959 dan kemudian ditim oleh Kepala Desa tersebut. Sarjana Kehutanan Ir. Apandi Mangundikoro menekankan agar memperhatikan tanah-tanah kosong yang membentang luas di daerah-daerah aliran sungai-sungai penting. Diambil contoh sepanjang Bengawan Solo yang benar-benar sudah kritis yang selalu terlanda banjir baik yang areal hutan maupun milik rakyat yang perlu dihijaukan atau dihutankan kembali. Sebuah masalah dikemukakan. Tanah yang sudah kritis dan luas itu umumnya tidak memperoleh "cukup angin" dalam pelaksanaan penghutanan kembali (reboisasi). Dan dengan keadaan lapangan yang terjal, kwalitas tanah sudah sangat merosot, tentu saja tanaman palawija dengan sistim tumpang-sari kurang menyenangkan. Ditambah letak tanah yang terpencil jauh dari pedesaan hingga sulit memperoleh tenaga pengontrak yang diperlukan. Jadi tanah kawasan hutan yang mempunyai kondisi sama dibutuhkan jenis pohon atau tanaman yang memenuhi persyaratan tertentu yang memiliki sifat tanaman pionir, mudah ditanam, dan pemeliharaannya melindungi tanah serta lapangan secara efektif. Tiga syarat itu sementara cukup, sekalipun lebih baik lagi bila dilengkapi sifat-sifat ekonomis. Sebab ada pendapat yang mengatakan bahwa dalam hubungan dengan tujuan yang pokok dalam reboisasi, nilai ekonomi itu bukan merupakan hal yang penting, tetapi barangkali bisa ditambahkan, setidak-tidaknya sampai dicapai kondisi pulihnya kembali kesuburan tanah. Dalam hal tersebut maka fihak Perhutani sudah sejak lama menanami tanah hutannya denan pinus, kayu putih, murbei, rumput gajah. Tetapi tanah di luar kawasan hutan perlu dihijaukan dengan tanaman-tanaman lamtoro, turi dan kaliandra. Camat Parakan, Kabupaten Temaggung setelah melihat kaliandra di Malang mengatakan akan memanfaatkannya sebagai "isolasi" tanaman tembakau rakyatnya di lereng gunung Sindoro dan Sumbing, yang hampir setiap tahun hutannya terbakar. Lain halnya dengan Camat Batuwarno, akan memberi penjelasan terlebih dulu kepada rakyatnya yang banyak beternak kambing, sehingga perlu menanam kaliandra. Masalah hasil kayu bakarnya, masih fikir-fikir, mengingat sulitnya komunikasi tidak seperti di Toyomarto Malang. Meskipun demikian, para kepala Desa serta Camat yang punya daerah di pegunungan ini sama berpendapat pentingnya kaliandra guna menahan erosi serta- memelihara kesuburan tanah dan menghindari banjir besar, sehingga perlu ditanam. Puncak gunung Kelud yang meletus tahun 1965 sekarang jadi hutan kaliandra yang tingginya bisa mencapai 10 meter. Memang kaliandra bisa tumbuh di iklim basah denan curah hujan kurang lebih 1000 mm/tahun pada ketinggian 150--1500 dari permukaan laut, di segala jenis tanah terutama yang cukup zat asam. 

                    Sumber : http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1975/06/21/ILT/mbm.19750621.ILT67197.id.html




                    Posted by suntoro on Apr 23rd, 2009

                    Tanaman Orok-orok (Crotalaria juncea)

                    cocok sebagai pupuk hijau

                    Oleh : Prof.Dr.Suntoro Wongso Atmojo.MS.

                    Tanaman Crotalaria juncea di samping hasil biomasanya tinggi juga mempunyai kandungan N tinggi pula (3,01 % N). Tanaman ini cukup lunak sehingga cocok digunakan utuk sebagai pupuk hijau. Pada waktu yang lalu tanaman selalu ditanam setelah panen selesai.

                    Sebenarnya penggunaan pupuk hijau ini bukan barang baru lagi, namun karena sudah banyak ditinggalkan oleh petani maka pupuk hijau ini terabaikan. Misalnya pada tahun tujuh puluhan, merupakan suatu keharusan pihak pabrik tembakau di Klaten, menanam Crotalaria juncea (orok-orok) pada setiap habis panen tembakau, bertujuan untuk mengembalikan dan memperbaiki kesuburan tanahnya. Setelah tembakau dipanen, ditanam orok-orok, setelah besar maka tanaman orok-orok ini dirobohkan dan dicampur dengan tanah saat pengolahan tanah (pembajakan) yang kemudian digenangi. Tetapi pada masa sekarang keharusan tersebut sukar dipenuhi baik oleh pihak pabrik maupun petani. Petani merasa keberatan bila sawahnya ditanami legum (orok-orok), karena dianggap tidak produktif, selama penanaman orok-orok (sekitar 1 bulan).



                    Sumber : http://suntoro.staff.uns.ac.id/2009/04/23/tanaman-orok-orok/

                    Potensi Tinggi dari Mucuna, si Tumbuhan yang Terabaikan

                    POSTED BY AVISENA ⋅ JANUARY 3, 2009 ⋅ 5 COMMENTS
                    FILED UNDER  FEATURE, IPTEK, KACANG, MUCUNA, PERTANIAN, TEKNOLOGI, TERABAIKAN

                    Selama bertahun-tahun Mucuna dikenal sebagai tumbuhan beracun yang berbahaya untuk manusia dan ternak. Di beberapa tempat di Indonesia tumbuhan ini bahkan sudah dimusnahkan. Namun, ternyata tumbuhan terabaikan ini mempunyai potensi yang sangat tinggi.

                    Berdaun lebar dan merambat, panjang batang bisa mencapai hampir mencapai ukuran lengan orang dewasa. Bijinya serupa dengan biji kacang-kacangan lainnya, hanya saja dia berukuran lebih besar, warnanya pun berwarna-warni tergantung jenisnya. Ada hitam, merah, merah muda, dan yang lain. Itulah Mucuna. Masyarakat selama ini mengenalnya dengan kacang benguk, kara benguk, atau koro benguk yang beracun bagi manusia dan ternak. Penenamannya tidak serius, tidak terbudidaya.

                    Pagi benar Ade Ismail sudah ada di kantornya. Di pagi itu dia sibuk mengutak-atik komputer yang ada di meja kerjanya. Melihat hasil kerjanya mengenai penelitian keanekaragaman Mucuna Indonesia yang menjadi bahan kelulusannya untuk gelar magister. Dia tertarik pada Mucuna karena Indonesia memiliki keanekaragaman tanaman yang sangat besar, termasuk yang sudah terabaikan.

                    Mucuna atau yang lebih dikenal sebagai kara benguk merupakan sumber potensi genetik tanaman yang dimiliki Indonesia. Kandungan protein yang tinggi pada biji Mucuna di Indonesia ternyata dapat dijadikan sebagai sumber nutrisi alternatif. Tidak hanya nutrisinya, racunnya pun memiliki nilai ekonomis tinggi, yakni sebagai bahan obat herbal.

                    “Mucuna atau kara benguk, sebenarnya masyarakat sudah tahu, bahkan sudah dibikin tempe benguk. Tapi ternyata oleh masyarakat, mucuna ini tidak diperhatikan. Kalau di pematang sawah itu hanya ditanam seadanya saja, tidak dibudidayakan. Bahkan kasus di Nusa Tenggara Timur tanaman Mucuna ini sudah ditebang, sudah dimusnahkan. Itu karena memang di Mucuna mengandung senyawa toksik pada bijinya,” kata Ade pagi itu.

                    Indonesia memiliki keanekaragaman tumbuhan terbesar kedua di dunia. Oleh sebab itu banyak potensi di dalamnya, terutama tanaman yang belum tersentuh dan dikesampingkan atau biasa disebut sebagai under utilize crop. Mucuna merupakan salah satu di antaranya. “Yang sudah dikesampingkan oleh kita, ternyata memiliki potensi yang sangat bagus,” ungkap Ade.

                    Tanaman beracun ini ternyata bisa diolah sebagai bahan pangan dan pakan. Untuk mereduksi racun yang terkandung di dalamnya digunakan beberapa cara yang cukup sederhana. Biji kacang benguk mengandung senyawa alkaloid toksik. Senyawa-senyawa toksik ini dapat menimbulkan keracunan. Namun dengan pengolahan yang baik, perendaman dan perebusan yang disertai pengelupasan kulit, senyawa toksik akan larut dalam air dan terurai.

                    “Kalau masyarakat di NTT dan Papua mereka biasa mengkonsumsi polong yang muda. Jadi biasanya, kandungan racun yang tinggi itu di biji yang sudah tua, tapi di daun, di batang itu juga ada. Tapi lebih kecil, jadi bisa dilalap atau disayur,” ujar Ade yang juga dosen di jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

                    Hanya saja kalau keracunan, efek yang standar adalah pusing dan mual, namun selama ini belum pernah ada yang keracunan. Karena masyarakat sudah tahu itu beracun. Bahkan di NTT sudah membakar ladang Mucuna karena ketakutan mereka. Pemusnahan seperti ini juga pernah terjadi di Amerika Selatan.

                    “Kami sudah mengembangkan sebagai tempe benguk, kemudian tahu benguk,” tutur pria 32 tahun ini. Fermentasi merupakan cara paling tepat untuk menghilangkan senyawa racun yang terkandung di dalam Mucuna.

                    Kandungan nutrisi Mucuna sebagai sumber alternatif pangan tidak jauh berbeda dengan kacang-kacangan lainnya. Berdasarkan hasil analisis nutrisi pada 17 varietas Mucuna yang tersebar di seluruh Indonesia, Mucuna memiliki kandungan protein berkisar antara 20,99 persen hingga 36,98 persen.

                    Varietas Mucuna yang berasal dari Nusa tenggara Timur dan Jawa Tengah memiliki kandungan protein tertinggi di banding dengan di daerah lain, yakni 36,98 dan 36,22 persen. Sedangkan Mucuna asal Jawa Barat dan Sumatra memiliki kandungan karbohidrat di atas rata-rata, yakni 60 persen.

                    “Dengan kacang-kacangan lain nutrisinya kompetitif, bergantung pada jenis tanamannya. Saya melihat yang sangat berpotensi itu sampai 36 persen, kalau kedelai itu 39 persen, jadi nggak jauh beda,” papar Ade. Ia mengakui bahwa arah risetnya juga sebagai sumber pangan alternatif. Dari hal tersebut dia beranggapan bahwa ketergantungan kita pada kedelai impor akan menurun.

                    Permasalahan muncul dari segi bentuk yang dianggap kurang menjual. “Hanya karena Mucuna itu berwarna-warni, tempenya itu tidak sebening tempe dari kedelai. Karena biji mucuna ada yang hitam, merah ada yang semi merah, tempenya jadi belang-belang. Dari segi preverensi konsumen mungkin kurang.” ungkap Agung Karuniawan Kepala Laboraturium Pemuliaan Tanaman yang juga pembimbing Tesis Ade.

                    Sebelumnya Mucuna lebih dikenal sebagai legume cover crop (LCC)¸ yakni tumbuhan yang berfungsi menekan pertumbuhan gulma. Biasanya diterapkan di perkebunan kelapa sawit dan karet. Dengan menekan pertumbuhan gulma, biaya produksi untuk memberantas gulma menjadi berkurang.

                    “Di perkebunan kelapa sawit sumatra utara mereka sudah menggunakan Mucuna ini hanya mereka menggunakan Mucunaimpor dari India, Mucuna Brachteata. Nah di kita juga punya. Makanya kita sedang menganalisis sejauh mana kemampuan MucunaIndonesia apakah setara dengan Mucuna India itu,” ujar Ade.

                    Agung pun senada dengan Ade mengenai kemungkinan adanya Mucuna Indonesa yang mempunyai kemampuan sama dengan Mucuna India dalam hal menekan pertumbuhan gulma. “Mucuna yang dikenal sebagai kara benguk tidak menimbulkan alergi pada bulunya. Tetapi Mucuna liar, yang saya curiga dan saya harapkan menyamai Brachteata asal india itu sangat alergetik. Jadi kalau bulunya terkena kulit bisa gatal-gatal,” terangnya.

                    Dosen yang menyelesaikan studi doktoralnya di Jerman ini yakin jika sudah ditemukannya spesies Mucuna asal indonesia yang kemampuannya menyamai atau mendekati Mucuna Brachteata asal India sebagai legume cover crop, pihak perkebunan Indonesia tidak perlu lagi mengimpor milyaran uang per tahun. “Saya punya data sekitar lima milyar per tahun mereka impor,” tambah Agung.

                    Selain sebagai sumber nutrisi dan LCC, kandungan senyawa toksik pada Mucuna pun bisa dimanfaatkan, yakni sebagai obat herbal. Produk obat herbal dari Mucuna yang telah dikomersilkan secara luas dengan manfaat meliputi pengobatan penyakit gangguan syaraf, anti bisa ular, meningkatkan bobot dan kekuatan otot, vitalitas seksual pria, serta sebagai zat anti-aging dan obat cacing pada manusia.

                    “Racun ini sebenarnya bernilai ekonomis tinggi, salah satu nama racunnya adalah L-Dopa, nah L-Dopa ini dapat dijadikan sebagai zat aktif obat. Salah satunya adalah parkinson. Kalau di India digunakan sebagai anti bisa ular, untuk kekuatan tubuh, otot, dan salah satu yang paling penting itu untuk viagra, untuk vitalitas pria. Nah itu biasanya. Kalau di dunia ini sudah jauh melambung risetnya,” papar Ade Ismail.

                    L-Dopa dianggap memiliki nilai ekonomis tinggi. Untuk produk olahannya harga berkisar di angka 40 US$ per 100 kapsul. Sayangnya untuk menganalisis L-Dopa memerlukan biaya yang tinggi. “Untuk riset L-Dopa kan mahal sekali. Dan di Indonesia masih belum bisa dilakukan, jadi terkait dana, ungkap Ade.

                    “Kemarin kami belum analisis L-Dopanya karena terkait dana. Kami belum melakukannya, jadi kami hanya analisis anti nutrisinya saja, efek racunnya. Karena racunnya memiliki korelasi dengan kandungan L DOpa itu. Kemarin sudah dianalisis dan memang bervariasi racunnya, tambahnya”

                    Walaupun memiliki banyak potensi, Ade tidak yakin Mucuna akan dapat berkembang jika tidak ada dukungan dari pemerintah. “Kalau pemerintah tetap menggembor-gemborkan kacang-kacangan yang selain Mucuna, ya Mucuna juga tidak bisa berkembang kan? Artinya kebijakan pemerintah pun harus menuju ke sana, diarahkan ke diservikasi pangan,” tegasnya.

                    Untuk tahun-tahun sebelumnya dia menilai peran pemerintah masih kurang. Tapi tahun ini sudah mulai membaik karena ada arah ke diversivikasi pangan. “Kalau kita sudah ke diversivikasi pangan mah nggak ada kelaparan, nggak ada harus impor. Nggak di kacang-kacangan saja, nggak di umbi-umbian saja. Dulu mungkin di Papua sumber umbi-umbian banyak ya. Nah pemerintah ini yang tidak bijaksana akhirnya ditanam saja padi di seluruh Indonesia. Ini kan merubah budaya pola konsumsi Papua. Mestinya ya sudah biarin. Papua makan sagu ya sudah biarin makan sagu, didukung oleh pemerintah. Di madura jagung, ya sudah jagung. Makanya sekarang krisis beras, beras harus impor. Kenapa pemerintah mengangkatnya yang berpotensi saja?” paparnya.

                     


                    Sumber : http://muhammadavisena.wordpress.com/2009/01/03/potensi-tinggi-dari-mucuna-si-tumbuhan-yang-terabaikan/



                    Kesambi

                    Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
                    ?Kesambi
                    Kesambi, Schleichera oleosamenurut Koehler dalam Köhler's Medizinal-Pflanzen
                    Kesambi, Schleichera oleosa
                    menurut Koehler dalam Köhler's Medizinal-Pflanzen
                    Klasifikasi ilmiah
                    Kerajaan: Plantae
                    (tidak termasuk) Eudicots
                    (tidak termasuk) Rosids
                    Ordo: Sapindales
                    Famili: Sapindaceae
                    Genus: Schleichera
                    Spesies: S. oleosa
                    Nama binomial
                    Schleichera oleosa
                    (Lour.) Oken
                    Sinonim

                    Pistacia oleosa Lour. (1790)
                    Schleichera trijuga Willd. (1806)
                    Cussambium oleosum O. Kuntze (1891)

                    Untuk kegunaan lain dari Kesambi, lihat Kesambi (disambiguasi).
                    "Kosambi" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain dari Kosambi, lihat Kosambi (disambiguasi).

                    Kesambi atau kosambi (Schleichera oleosa) adalah nama sejenis pohon daerah kering, kerabat rambutan dari suku Sapindaceae. Beberapa nama daerahnya, di antaranya kasambi(Sd.); kesambi, kusambi, sambi (Jw., Bal.); kasambhi (Md.); kusambi, usapi (Tim.); kasembi, kahembi (Sumba); kehabe (Sawu); kabahi (Solor); kalabai (Alor); kule, ule (Rote); bado(Mak.); ading (Bug.)[1].

                    Nama-nama itu mirip dengan sebutannya di India, tanah asal tumbuhan ini, misalnya: kosam, kosumb, kusum, kussam, rusam, puvam[2]. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai gum-lac tree, Indian lac tree, Malay lac tree, Macassar oil tree, Ceylon oak, dan lain-lain. Nama-nama itu merujuk pada hasil-hasil yang diperoleh dari pohon ini, seperti lak dan minyak Makassar.

                    Daftar isi

                      [sembunyikan] 
                    • 1 Pemerian botanis
                    • 2 Penyebaran dan ekologi
                    • 3 Kegunaan
                    • 4 Catatan kaki
                    • 5 Pranala luar

                    [sunting]Pemerian botanis

                    Perawakan

                    Pohon berumah dua (dioesis), kekar, sering bengkok, tinggi mencapai 40 m dan gemang batang sampai 2 m, meskipun kebanyakan kecil dari itu. Berbanir kecil, pepagan berwarna abu-abu.[3]

                    Daun-daun majemuk menyirip genap; dengan 4–8 anak daun bentuk jorong memanjang, kadang-kadang bundar telur atau bundar telur sungsang, 4,5—18,5(—25) x 2,5—9 cm, yang ujung terbesar, gundul, seperti kertas atau seperti jangat, yang muda berwarna jambon.Bunga-bunga terkumpul dalam malai berbentuk tandan, 6—15 cm, berjejalan pada pangkal tunas yang muda, sering bercabang pendek. Bunga tanpa mahkota; kelopak 4—5, menyatu pada pangkalnya, bertaju bundar telur atau menyegitiga, 1—1,5 mm, berambut tipis di kedua sisinya, kuning hijau. Benang sari 4—9.Buah bentuk gelendong lebar atau agak bulat telur, 1,5—2,5 x 1—2 cm, dengan ujung meruncing, licin atau berduri tempel sedikit, kuning. Biji 1—2 butir, hampir bulat, lk. 12 x 10 x 8 mm, coklat, terselubung salut biji yang kekuningan, tipis, asam manis.[3][4]

                    [sunting]Penyebaran dan ekologi

                    Daun muda berwarna jambon

                    Asal-usul penyebaran kesambi merentang sejak kaki Pegunungan Himalaya dan Dataran Tinggi Dekkan bagian barat di anak benua India, terus ke Srilangka hingga Indocina. Kemungkinan pada masa lampau tumbuhan ini dibawa masuk ke kawasan Malesia, termasuk Indonesia, dan kemudian meliar di sana. Di Indonesia terutama ditemukan di wilayah-wilayah dengan musim kemarau yang kuat, mulai dari belahan timur Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku (Seram dan Kepulauan Kai); liar atau ditanam.[3][4]

                    Di Jawa, kesambi umumnya ditemukan di dataran rendah, namun dapat hidup hingga ketinggian sekitar 1.200 m dpl., pada kisaran curah hujan antara 750–2.500 mm per tahun. [5] Pohon ini juga ditemukan tumbuh liar di savana, hutan tropika gugur daun, dan hutan-hutan jati. Kesambi meluruhkan daun di musim kemarau, meski hanya sebentar saja tak berdaun.

                    [sunting]Kegunaan

                    Ranting yang berbuah

                    Kayu kesambi, terutama kayu terasnya, padat, berat, dan sangat keras; berwarna merah muda hingga kelabu. Kayu ini ulet, kenyal, dan tahan terhadap perubahan kering dan basah berganti-ganti, sehingga di masa silam kerap dimanfaatkan sebagai jangkar perahu. Tidak mudah menyerpih, kayu kesambi sering dipakai membuat alu, silinder-silinder dalam penggilingan, dan perkakas rumah tangga umumnya.[1] Mempunyai nilai energi yang tinggi hingga 20.800 kJ/kg, kayu ini disenangi sebagai kayu bakar dan bahan pembuatan arang[3].

                    Pepagan kesambi dimanfaatkan untuk menyamak kulit, mewarnai batik, mengelatkan nira agar tidak masam ketika difermentasi, serta untuk campuran lulur. Pepagan yang digerus halus dan dicampur minyak, digunakan sebagai obat kudis. Daunnya yang muda, mentah atau direbus, dimakan sebagailalap. Buah kesambi yang telah masak dimakan segar, atau, mentahnya dijadikan asinan.[1]

                    Bijinya, langsung atau setelah lebih dulu dipanggang sebentar, dikempa untuk mendapatkan minyaknya. Minyak kesambi ini (Jw., kecacil) mengandung sedikit asam sianida, dan digunakan untuk mengobati kudis dan luka-luka. Di Sulawesi Selatan, minyak kesambi ini dimasak dengan pelbagai rempah-rempah dan harum-haruman, dijadikan aneka minyak berkhasiat obat; termasuk di antaranya "minyak makassar" (Macassar oil) yang terkenal untuk merawat rambut. Minyak ini setelah dicampur dengan bahan lain, seperti tepung kapur dapat dijadikan salep obat atau untuk menambal celah (memakal, mendempul) perahu. Dahulu, minyak kesambi ini juga dijadikan minyak lampu, minyak makan dan bahan pembuat sabun.[1]

                    Daun-daun, pucuk rerantingan, dan limbah biji (bungkil) sisa pengempaan dijadikan pakan ternak. Sementara itu dalam industri kehutanan, pohon kesambi merupakan salah satu pohon inang terpenting bagi kutu lak (Laccifer lacca). Lak dan syelak (shellac), resin lengket yang digunakan sebagai bahan pewarna, pengilat makanan, dan pernis, terutama dihasilkan oleh India.[3] Di Indonesia, lak diproduksi olehPerhutani di Probolinggo.

                    [sunting]Catatan kaki

                    1. ^ a b c d Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3:1252-1260 Terj. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta
                    2. ^ EcoCrop: Schleichera oleosa
                    3. ^ a b c d e Iwasa, S., 1997. Schleichera oleosa (Lour.) Oken. [Internet] Record from Proseabase. I. Faridah Hanum & L.J.G. van der Maesen (Editors). PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. Diakses pada 11-Apr-2010.
                    4. ^ a b Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 276-277
                    5. ^ ICRAF AgroforesTree Database: Schleichera oleosa. Diakses pada 11-Apr-2010.

                     

                    Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kesambi


                     

                    Acacia mangium

                    Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
                    Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
                    ?Acacia mangium
                    Starr 031013-0012 Acacia mangium.jpg
                    Klasifikasi ilmiah
                    Kerajaan: Plantae
                    Divisi: Magnoliophyta
                    Kelas: Magnoliopsida
                    Ordo: Fabales
                    Famili: Fabaceae
                    Upafamili: Mimosoideae
                    Bangsa: Acacieae
                    Genus: Acacia
                    Spesies: A. mangium
                    Nama binomial
                    Acacia mangium
                    Willd.
                    Range of Acacia mangium
                    Range of Acacia mangium
                    Sinonim
                    • Acacia glaucescens sensu Kaneh. &Hatus.
                    • Acacia holosericea A. Cunn.
                    • Acacia holosericea G. Don var.glabrata auct. non Maiden
                    • Acacia holosericea G. Don var.multispirea auct. non Domin
                    • Acacia holosericea G. Don var.neurocarpa auct. non (Hook.)Domin
                    • Mangium montanum Rumph.
                    • Racosperma mangium (Willd.)Pedley[1]

                    Acacia mangium adalah tanaman kayu anggota dari marga Acacia yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. [2] Tanaman ini pada mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia Timur, yaitu di Sabahdan Serawak, karena menunjukkan pertumbuhan yang baik maka Filipina telahmengembangkan pula sebagai tanaman hutan.[2]

                    Daftar isi

                      [sembunyikan] 
                    • 1 Morfologi
                    • 2 Manfaat
                    • 3 Galeri identifikasi
                    • 4 Referensi

                    [sunting]Morfologi

                    Pada umumnya Acacia mangium mencapai tinggi lebih dari 15 meter, kecuali pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7 - 10 meter. [3]Pohon A. mangium yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang.[4] Dapat dikemukakan pula bahwa bibitAcacia mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun.[5] Daun ini sama dengan sub famili Mimosoideae misalnya Paraseanthes falcataria, Leucaena sp, setelah tumbuh beberapa minggu Acacia mangium tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllodae atau pohyllocladus yang dikenal dengan daun semu, phyllocladus kelihatan seperti daun tumbuh umumnya. [5] Acacia mangium dapat tumbuh dengan cepat dan tahan terhadap berbagai kondisi cuaca, meskipun demikian tanaman ini membutuhkan perawatan khusus jika ditanam sebagai tanaman kebun karena daunnya yang banyak berguguran.[6]

                    [sunting]Manfaat

                    Kayu Acacia mangium digunakan sebagai furnitur.

                    Acacia mangium termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. [5] Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, danjendela serta baik untuk bahan bakar. [5] Tanaman Acacia mangium yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik.[5]

                    [sunting]Galeri identifikasi

                    Search Wikimedia Commons Wikimedia Commons memiliki kategori mengenai Acacia mangium
                    • Batang pohon di Kolkata,Bengal Barat, India.

                    •  
                    • Tree in Kolkata, West Bengal, India.

                    •  
                    • Dedaunan dengan polong buah Kolkata, Bengal Barat, India.

                    •  
                    • Dedaunan di jerubung cecabangan Kolkata,Bengal Barat, India.

                    •  
                    • Dedaunan di jerubung diKolkata, Bengal Barat,India.

                    •  
                    • Cabang dan polongAcacia mangium

                    •  
                    • Kulit pohon Acacia mangium tua

                    [sunting]Referensi

                    1. ^ "Acacia mangium - ILDIS LegumeWeb". www.ildis.org. Diakses pada 26 April 2008.
                    2. ^ a b Situs Departemen Kehutanan: Sari Hasil Penelitian Acacia Mangium, oleh Jamaludin Malik, Adi Santoso dan Osly Rachman
                    3. ^ Badan LITBANG Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman teknis penanaman jenis-jenis kayu komersial.
                    4. ^ Situs Giricahyo
                    5. ^ a b c d e Situs Dinas Pertanian Palembang: Acacia Mangium
                    6. ^ (en) Warren, william (11 Desember 1997). Tropical Garden Plants. Thames and Hudson. hlm. 19. ISBN 0-5000-1795-6.



                    Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Acacia_mangium


                    KEDAWUNG (Parkia Timoriana)

                    Biji Kedawung

                    Kedawung (Parkia timoriana) termasuk satu diantara 30 spesies tumbuhan obat langka Indonesia dengan status kelangkaan dan ancaman “jarang”. Pohon kedawung merupakan pohon raksasa hutan, batangnya besar, lurus dan tinggi di hutan, pohon ini merupakan salah satu jenis pohon yang tertinggi dibanding dengan jenis-jenis pohon-pohon yang lain di hutan. Umumnya pohon kedawung hidup di hutan pada lereng-lereng yang terjal, dan pohon kedawung raksasa ini memberi sinyal kepada kita bahwa dia diciptakan Tuhan tumbuh di lereng-lereng bukit yang terjal untuk melaksanakan tugas mulia melindungi tanah dari erosi dan longsor.  Pohon kedawung mempunyai akar papan yang tingginya bisa mencapai 5 m, sehingga kalau ada erosi tanah dan longsor pohon kedawung langsung menangkap tanah, menahan dan menghentikan erosi dan longsor.

                    Pohon kedawung merupakan tumbuhan polong-polongan yang akar dan guguran daunnya menyuburkan tanah di sekitar tempat tumbuhnya.  Kita melihat beranekaragam jenis-jenis tumbuhan obat lainnya  yang hidup dan tumbuh di sekitar pohon kedawung di hutan. Pohon kedawung menunjukkan sikapnya yang sangat bersahabat dengan pohon dan tumbuhan lainnya. Dia dengan gagah menjadi pohon pengayom dan pelindung terhadap beranekaragam jenis pohon dan tumbuhan lainnya

                    Manfaat Kedawung

                    Bunga Kedawung

                    Hampir seluruh bagian dari kedawung, yaitu mulai dari akar sampai daun dan buah bermanfaat untuk obat, terutama untuk obat penyakit perut.  Pada berbagai literatur diketahui bahwa daun kedawung dapat digunakan sebagai obat sakit perut nyeri dan mulas; bijinya dapat digunakan sebagai obat untuk nyeri haid, kejang-kejang pada waktu haid, atau akan bersalin, demam nifas, kholera, mulas, masuk angin, antidiare, mencret, sakit perut, karminatif, borok, kudis, luka, sakit pinggang, sakit jantung mengipas, cacingan, radang usus, penguat lambung dan cacar air; dan kulitnya dapat digunakan sebagai obat kudis.  Dikemukakan bahwa polongnya setelah ditumbuk dengan air dipakai sebagai sampo untuk mencuci kepala.  Biji yang tua sebagai obat penyakit kolera.  Orang melayu menggunakan biji kedawung sebagai obat penyakit kolik dan obat penguat lambung.

                    Kedawung oleh masyarakat Afrika dijadikan sebagai lambang pohon kehidupan di sana, karena penggunaannya yang sangat luas dalam kehidupan masyarakat yang meliputi semua bagian mulai dari akar, kulit, kayu, daun, polong/pond, biji, dan bunga yang digunakan dalam pembuatan makanan atau minuman sampai pada pengobatan tradisional. Bubur pond sangat kaya akan karbohidrat dan vitamin C, sehingga dapat digunakan dalam pembuatan berbagai jenis makanan berenergi tinggi (kue-kue kering yang tahan lama disimpan), berbagai macam minuman segar, dan bahan pengganti gula.  Selain itu dapat juga digunakan sebagai penghasil ekstrak warna coklat yang menyerupai minuman cola.  Biji yang kering dapat dibuat menjadi berbagai makanan bergizi tinggi dan minuman pengganti kopi (yang disebut café du Soudan).  Di dalam biji ini cukup banyak mengandung berbagai asam amino esensial, terutama methionin dan triptophan. Potensi yang sangat menarik dari biji kedawung adalah memiliki protein dan lemak yang tinggi. Komposisi kimia biji kedawungmengandung : protein  sistein yang cukup menonjol sebesar 42,3%, lemak 24,6%, Karbohidrat 22,1%, serat 3,6% dan abu 7,2% .

                    Total pemanfaatan biji kedawung secara nasional selama tahun 1998 mencapai sebesar 75 ton,  dan tahun 1996 hanya mencapai 12 ton, yang berarti selama 2 tahun terjadi peningkatan pemanfaatan sebesar 25 %. Biji kedawung ini secara tradisional sudah lama diketahui masyarakat untuk obat gangguan pencernaan dan merupakan bahan baku jamu 10 terbesar yang dibutuhkan oleh industri jamu di Indonesia.

                    Referensi

                    Anonim. Tri-Stimulus Amar Konservasi Kedawung. http://www.ipb.ac.id/id/?b=386.

                    Zuhud, Ervizal AM. Tumbuhan Obat Kedawung (Parkia timoriana): Sebagai Stimulus Aksi Konservasi di Taman Nasional Meru Betiri.

                    http://www.iwf.or.id/Opini%20Amzu%20Tumb%20Obat%20Kedawung.htm.




                    Sumber : http://matoa.org/kedawung-parkia-timoriana/





                    Kedawung atau petai hutan

                    Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr) yang ditunjuk Ervizal sebagai tumbuhan obat terpenting di Jawa, sekarang sudah langka. Kedawung merupakan pohon raksasa berbatang besar dan lurus, yang juga dikenal sebagai petai hutan.

                    Pemanfaatan kedawung mulai dari akar, daun, dan buahnya sebagai penguat lambung, yang mencegah dan mengobati gangguan pencernaan. ”Masyarakat Jawa pada masa lalu banyak mengonsumsinya, tetapi sekarang tidak,” kata Ervizal.

                    Ervizal selama 8 tahun sejak 1992 menerima dana 600.000 dollar AS dari MacArthur Foundation untuk meriset tumbuhan obat, terutama kedawung di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Pohon itu adalah penaung paling tinggi yang keberadaannya makin langka.

                    Manfaat kedawung beragam. Daunnya bisa untuk obat sakit perut. Bijinya bermanfaat untuk gangguan rasa sakit, seperti nyeri haid, nyeri sebelum bersalin, demam nifas, kolera, sakit perut, mulas, masuk angin, antidiare, karminatif, borok, kudis, sakit pinggang, sakit jantung mengipas, cacingan, radang usus, dan cacar air. Kulitnya juga untuk mengobati kudis. Biji kedawung yang ditumbuk bisa dijadikan sebagai sampo.

                    Ervizal lalu merekomendasikan kedawung agar dijuluki sebagai pohon raja obat-obatan hutan. Tanggapan pemerintah mudah diraba: tak pernah ambil pusing!




                    Sumber : http://health.kompas.com/read/2011/01/24/09372393/Mengembalikan.Pengetahuan.Tumbuhan.Obat


                    Jati

                    Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
                    Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
                    Untuk kegunaan lain dari Jati, lihat Jati (disambiguasi).
                    ?Jati
                    Pucuk jati dan buahnya
                    Pucuk jati dan buahnya
                    Klasifikasi ilmiah
                    Kerajaan: Plantae
                    Divisi: Magnoliophyta
                    Kelas: Magnoliopsida
                    Ordo: Lamiales
                    Famili: Lamiaceae
                    Genus: Tectona
                    Spesies: T. grandis
                    Nama binomial
                    Tectona grandis
                    Linn. f.

                    Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.

                    Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku(തേക്ക്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.

                    Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.[1] Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air.[2] Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.[1]

                    Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati.[3] Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras.[3] Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri.[4] Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.[4]

                    Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae.[5] Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994.[5] Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan.[5] Karakterisasi dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan.[5] Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan. [5]

                    Daftar isi

                      [sembunyikan] 
                    • 1 Habitus
                    • 2 Sifat ekologis dan penyebaran
                      • 2.1 Sebaran hutan jati di Indonesia
                      • 2.2 Daerah sebaran hutan jati di Jawa
                    • 3 Sifat-sifat kayu dan pengerjaan
                    • 4 Kegunaan kayu jati
                      • 4.1 Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu
                    • 5 Manfaat yang lain
                      • 5.1 Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawa
                      • 5.2 Fungsi non-ekonomis hutan jati jawa
                      • 5.3 Fungsi penyangga ekosistem
                      • 5.4 Fungsi biologis
                      • 5.5 Fungsi sosial
                    • 6 Jenis yang berkerabat
                    • 7 Lihat pula
                    • 8 Referensi
                    • 9 Rujukan

                    [sunting]Habitus

                    toko jati dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanamanjabon( antocephalus cadamba ) padahal mereka dari jenis yang berbeda http://tokojati.com/.

                    Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.

                    Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.

                    Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.

                    Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.

                    Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.

                    [sunting]Sifat ekologis dan penyebaran

                    Tectona grandis

                    Jati menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau.

                    Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.

                    Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati.

                    Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).

                    Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.

                    Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.

                    Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.

                    Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.

                    Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.

                    Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., t.t. ).

                    Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, Selandia Baru, Pasifik dan Taiwan.

                    [sunting]Sebaran hutan jati di Indonesia

                    Di Indonesia sendiri, selain di Jawa dan Muna, jati juga dikembangkan di Bali dan Nusa Tenggara.

                    Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk mengembangkan jati di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Hasilnya kurang menggembirakan. Jati mati setelah berusia dua atau tiga tahun. Masalahnya, tanah di kedua tempat ini sangat asam. Jati sendiri adalah jenis yang membutuhkan zat kalsium dalam jumlah besar, juga zat fosfor. Selain itu, jati membutuhkan cahaya matahari yang berlimpah.

                    Sekarang, di luar Jawa, kita dapat menemukan hutan jati secara terbatas di beberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Muna, daerah Bima di Pulau Sumbawa, dan Pulau Buru. Jati berkembang juga di daerah Lampung di Pulau Sumatera.

                    Pada 1817, Raffles mencatat jika hutan jati tidak ditemukan di Semenanjung Malaya atau Sumatera atau pulau-pulau berdekatan. Jati hanya tumbuh subur di Jawa dan sejumlah pulau kecil di sebelah timurnya, yaitu Madura, Bali, dan Sumbawa. Perbukitan di bagian timur laut Bima di Sumbawa penuh tertutup oleh jati pada saat itu.

                    Heyne, pada 1671, mencatat keberadaan jati di Sulawesi, walau hanya di beberapa titik di bagian timur. Ada sekitar 7.000 ha di Pulau Muna dan 1.000 ha di pedalaman Pulau Butung di Teluk Sampolawa. Heyne menduga jati sesungguhnya terdapat pula di Pulau Kabaena, serta di Rumbia dan Poleang, di Sulawesi Tenggara. Analisis DNA mutakhir memperlihatkan bahwa jati di Sulawesi Tenggara merupakan cabang perkembangan jati jawa.

                    Jati yang tumbuh di Sulawesi Selatan baru ditanam pada masa 1960an dan 1970an. Ketika itu, banyak lahan di Billa, Soppeng, Bone, Sidrap, dan Enrekang sedang dihutankan kembali. Di Billa, pertumbuhan pohon jatinya saat ini tidak kalah dengan yang ada di Pulau Jawa. Garis tengah batangnya dapat melebihi 30 cm.

                    [sunting]Daerah sebaran hutan jati di Jawa

                    Sedini 1927, hutan jati tercatat menyebar di pantai utara Jawa, mulai dari Kerawang hingga ke ujung timur pulau ini. Namun, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650 meter di atas permukaan laut. Hanya di daerah Besuki jati tumbuh tidak lebih daripada 200 meter di atas permukaan laut.

                    Di kedua provinsi ini, hutan jati sering terbentuk secara alami akibat iklim muson yang menimbulkan kebakaran hutan secara berkala. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat di daerah alas roban Rembang, Blora, Groboragan, dan Pati. Bahkan, jati jawa dengan mutu terbaik dihasilkan di daerah tanah perkapuran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

                    Saat ini, sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perhutani, sebuah perusahaan umum milik negara di bidang kehutanan. Pada 2003, luas lahan hutan Perhutani mencapai hampir seperempat luas Pulau Jawa. Luas lahan hutan jati Perhutani di Jawa mencapai sekitar 1,5 juta hektar. Ini nyaris setara dengan setengah luas lahan hutan Perhutani atau sekitar 11% luas Pulau Jawa.

                    [sunting]Sifat-sifat kayu dan pengerjaan

                    Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap.

                    Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal, di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan.

                    Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture/mebel dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah.

                    Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadimebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.

                    Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Tukang kayu di Eropa pada abad ke-19 konon meminta upah tambahan jika harus mengolah jati. Ini karena kayu jati sedemikian keras hingga mampu menumpulkan perkakas dan menyita tenaga mereka. Manual kelautan Inggris bahkan menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan.

                    Pada abad ke-17, tercatat jika masyarakat Sulawesi Selatan menggunakan akar jati sebagai penghasil pewarna kuning dan kuning coklat alami untuk barang anyaman mereka. Di Jawa Timur, masyarakat Pulau Bawean menyeduh daun jati untuk menghasilkan bahan pewarna coklat merah alami. Orang Lamongan memilih menyeduh tumbukan daun mudanya. Sementara itu, orang Pulau Madura mencampurkan tumbukan daun jati dengan asam jawa. Pada masa itu, pengidap penyakit kolera pun dianjurkan untuk meminum seduhan kayu dan daun jati yang pahit sebagai penawar sakit.

                    Jati burma sedikit lebih kuat dibandingkan jati jawa. Namun, di Indonesia sendiri, jati jawa menjadi primadona. Tekstur jati jawa lebih halus dan kayunya lebih kuat dibandingkan jati dari daerah lain di negeri ini. Produk-produk ekspor yang disebut berbahan java teak (jati jawa, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) sangat terkenal dan diburu oleh para kolektor di luar negeri.

                    Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):

                    1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.
                    2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
                    3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
                    4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.
                    5. Jati kembang.
                    6. Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.

                    [sunting]Kegunaan kayu jati

                    Permukaan mebel jati.

                    Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.

                    Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapalVOC yang melayari samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.

                    Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture atau mebel jati kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah jogloJawa Tengah, menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.

                    Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture luar-rumah.

                    Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap.

                    Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar.

                    [sunting]Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu

                    Sebagai jenis hutan paling luas di Pulau Jawa, hutan jati memiliki nilai ekonomis, ekologis, dan sosial yang penting.

                    Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut ‘kayu tahun’. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.

                    Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang. Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tomé Pires pada awal abad ke-16.

                    VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan sedemikian tertarik pada “emas hijau” ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat itu sedang mencapai puncak keemasannya.

                    Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan, sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas.

                    VOC lantas mewajibkan para pemuka bumiputera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumiputera ini membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk kerja paksa.

                    VOC kemudian memboyong pulang gelondongan jati jawa ke Amsterdam dan Rotterdam. Kedua kota pelabuhan terakhir ini pun berkembang menjadi pusat-pusat industri kapal kelas dunia.

                    Di pantai utara Jawa sendiri, galangan-galangan kapal Jepara dan Rembang tetap sibuk hingga pertengahan abad ke-19. Mereka gulung tikar hanya setelah banyak pengusaha perkapalan keturunan Arab lebih memilih tinggal di Surabaya. Lagipula, saat itu kapal lebih banyak dibuat dari logam dan tidak banyak bergantung pada bahan kayu.

                    Namun, pascakemerdekaan negeri ini, jati jawa masih sangat menguntungkan. Produksi jati selama periode emas 1984-1988 mencapai 800.000 m3/tahun. Ekspor kayu gelondongan jati pada 1989 mencapai 46.000 m3, dengan harga jual dasar 640 USD/m3.

                    Pada 1990, ekspor gelondongan jati dilarang oleh pemerintah karena kebutuhan industri kehutanan di dalam negeri yang melonjak. Sekalipun demikian, Perhutani mencatat bahwa sekitar 80% pendapatan mereka dari penjualan semua jenis kayu pada 1999 berasal dari penjualan gelondongan jati di dalam negeri. Pada masa yang sama, sekitar 89% pendapatan Perhutani dari ekspor produk kayu berasal dari produk-produk jati, terutama yang berbentuk garden furniture (mebel taman).

                    [sunting]Manfaat yang lain

                    Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon.

                    Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe.

                    Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Jw.walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita). Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Jw. ungkrung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan.

                    [sunting]Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawa

                    Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati.

                    Banyak pesanggem (petani) yang hidup di desa hutan jati memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga di desa hutan jati.

                    Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan.

                    Makanan pengganti nasi yang tumbuh di hutan jati misalnya adalah gadung (Dioscorea hispida) dan uwi (Dioscorea alata). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan iles-iles (Ammorphophallus) pada saat paceklik. Tumbuhan obat-obatan tradisional sepertikencur (Alpina longa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan temu lawak (Curcuma longa) tumbuh di kawasan hutan ini.

                    Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.

                    Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.

                    [sunting]Fungsi non-ekonomis hutan jati jawa

                    Pada 2003, sekitar 76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu). Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam.

                    Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Fungsi-fungsi non-ekonomis tersebut adalah sebagai berikut:

                    [sunting]Fungsi penyangga ekosistem

                    Tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.

                    [sunting]Fungsi biologis

                    Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti ‘kebun’ jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.

                    Untunglah, hutan jati berkembang dengan sejumlah tanaman yang lebih beragam. Di dalam hutan jati, kita dapat menemukan bungur (Lagerstroemia speciosa), dlingsem (Homalium tomentosum), dluwak (Grewia paniculata), katamaka (Kleinhovia hospita), kemloko (Phyllanthus emblica), Kepuh (Sterculia foetida), kesambi (Schleichera oleosa), laban (Vitex pubscens), ploso (Butea monosperma), serut (Streblus asper), trengguli (Cassia fistula), winong (Tetrameles nudflora), dan lain-lain. Lamtoro (Leucenia leucocephalla) dan akasia (Acacia villosa) pun ditanam sebagai tanaman sela untuk menahan erosi tanah dan menambah kesuburan tanah.

                    Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia).

                    Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung —satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.

                    [sunting]Fungsi sosial

                    Banyak lahan hutan jati di Jawa, baik yang dikukuhkan sebagai hutan produksi maupun hutan non-produksi, memberikan layanan sebagai pusat penelitian dan pendidikan, pusat pemantauan alam, tempat berekreasi dan pariwisata, serta sumber pengembangan budaya.

                    Yang mungkin paling menarik untuk dikunjungi adalah Monumen Gubug Payung di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Tempat ini merupakan museum hidup dari pepohonan jati yang berusia lebih dari seabad, setinggi rata-rata di atas 39 meter dan berdiameter rata-rata 89 sentimeter.

                    Kita dapat menikmati pemandangan hutan dari ketinggian dengan menumpang loko “Bahagia”. Di sini, kita juga dapat meninjau Arboretum Jati; hutan buatan dengan koleksi 32 jenis pohon jati yang tumbuh di seluruh Indonesia. Ada juga Puslitbang Cepu yang mengembangkan bibit jati unggul yang dikenal sebagai JPP (Jati Plus Perhutani). Pengunjung boleh membeli sapihan jati dan menanamnya sendiri di sini. Pengelola kemudian akan merawat dan menamai pohon itu sesuai dengan nama pengunjung bersangkutan.

                    [sunting]Jenis yang berkerabat

                    Seluruhnya, ada tiga anggota genus Tectona. Selain jati Tectona grandis yang diuraikan di atas, dua yang lain adalah:

                    • Jati Dahat (Dahat Teak, Tectona hamiltoniana), sejenis jati endemik di Myanmar, yang kini sudah langka dan terancam kepunahan.
                    • Jati Filipina (Philippine Teak, Tectona philippinensis), jati endemik dari Filipina; juga terancam kepunahan.

                    Pada pihak lain, ada pula jenis-jenis pohon atau tumbuhan lain yang dinamai jati meski tidak berkerabat. Di antaranya:

                    • Jati sabrang atau sungkai (Peronema canescens)
                    • Jati putih (Gmelina arborea)
                    • Jati pasir (Guettarda speciosa)
                    • [[jabon] (antocephalus cadamba)01:58, 1 Mei 2011 (UTC)

                    [sunting]Lihat pula

                    • Hutan jati.
                    • Furniture Jepara.

                    [sunting]Referensi

                    1. ^ a b (Inggris) Akram M, Aftab F. 2007. In vitro micropropagation and rhizogenesis of teak (Tectona grandis L.). Pak J Biochem Mol Biol 40(3): 125-128.
                    2. ^ (Inggris) BIOTROP. 2010. Services laboratory – SEAMEO BIOTROP. [terhubung berkala]. http://sl.biotrop.org [5 Feb 2010].
                    3. ^ a b (Inggris) Tiwari SK, Tiwari KP, Siril EA. 2002. An improved micropropagation protocol for teak. Plant Cell Tissue Organ Cul 71: 1-6.
                    4. ^ a b (Inggris) Ahuja MR. 1993. Micropropagations of Woody Plants. Kluwer Academic Publishers: Netherlands.
                    5. ^ a b c d e (Inggris) Balasundaran M, Sharma JK, Florence EJM, Mohanan C. 1995. Leaf spot diseases of teak and their impact on seedling production in nurseries. [terhubung berkala]. http://www.metla.fi/iufro/iufro95abs/d2pap88.htm [5 Feb 2010].

                    [sunting]Rujukan

                    • Awang, S.A. dkk., 2002, Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Jogyakarta.
                    • Mahfudz dkk., t.t., Sekilas Jati. Puslitbang Biotek dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Jogyakarta.
                    • Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid IV. Badan Litbang Kehutanan (penerj.). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
                    • Lincoln, William dkk. 1989. The Encyclopedia of Wood. A Directory of Timbers and Their Special Uses. Oxford: Facts on File.
                    • Lombard, Denys. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian II: Jaringan Asia (Le Carrefour Javanais. Essai d’histoire globale. II. Les réseaux asiatiques). Winarsih Arifin dkk. (penerj.). Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama.
                    • Nandika, Dodi. 2005. Hutan bagi Ketahanan Nasional. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
                    • Salim, H S. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika.
                    • Simon, Hasanu. 2004. Membangun Desa Hutan. Kasus Dusun Sambiroto. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
                    • Dah, U Saw Eh & U Shwe Baw. 2000. “Regional Teak Marketing and Trade”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
                    • Kertadikara, A.W.S. 1992. Variabilité génétique de quelques provenances de teck (Tectona grandis L.F.) et leur aptitude à la multiplication végétative. Thèse Université Nancy I.
                    • Lugt, Ch. S. ---. “Sejarah Penataan Hutan di Indonesia”. Dalam: Hardjosoediro, Soedarsono (penerj.). Cuplikan Het Boschbeheer in Nederlands Indie. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM.
                    • Perum Perhutani. 2000. “Marketing and Trade Policy of Perum Perhutani”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
                    • Simon, Hasanu. 2000. “The Evolvement of Teak Forest Management in Java, Indonesia”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
                    • Simatupang, Maruli H. 2000. “Some Notes on the Origin and Establishment of Teak Forest (Tectona grandis Lf.) in Java, Indonesia”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
                    • Somaiya, RT. 2000. “Marketing & Trading of Plantation Teakwood in India”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
                    • Suharisno. 2000. “Role and Prospect: Teak Plantation in Rural Areas of Gunung Kidul, Yogyakarta”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.
                    • Suseno, Oemi Hani’in. 2000. “The History of Teak Silviculture in Indonesia”. Dalam: Hardiyanto, Eko B. (peny.). Proceeding of the Third Regional Seminar on Teak. Yogyakarta, Indonesia. July 31- August 4, 2000. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM, Perum Perhutani, dan TEAKNET-Wilayah Asia Pasifik.




                    Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Jati








                    Jati putih

                    Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
                    Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa


                    Jati Putih termasuk tanaman penghasil kayu yang produktif. Tanaman jati putih berasal dari Asia Tenggara, di negara lain dikenal dengan nama Gamari atan Gumadi (India), Gamar (Bangladesh) atau Yemane (Myanmar). Banyak ditanam sebagai tanaman pelindung, sebagian besar dimanfaatkan sebagai tanaman komersil. Sekarang (Januari 2009) tanaman ini banyak ditanam di daerah Kabupaten Bulukumba,Sulawesi Selatan, Indonesia. Para petani tertarik dengan nilai kayu jenis ini. Semua bagian pohon dapat dimanfaatkan untuk dijual, mulai dari batang gelondongan, cabang bahkan ranting. Nilai ekonomis katu ini yang tinggi membuat tanaman ini ditanam dari tepi jalan, di kebun, di halaman dan sebagainya.


                    1. Deskripsi buah dan benih

                    Buah: berdaging, panjang 20-35 mm, kulit mengkilat, mesokarp lunak, agak manis.

                    Biji: keras seperti batu, panjang 16-25 mm, permukaan licin, satu ujung bulat, ujung lain runcing. Terdiri dari 4 ruang, jarang dijumpai 5 ruang. Sedikitnya satu ruang berisi benih, jarang dalam satu buah terdiri dari dua biji batu. Ukuran benih meningkat menurut ukuran biji, yaitu panjang 6-9 mm. Berat 1.000 butir biji batu sekitar 400 gr.

                    2. Pembungaan dan pembuahan

                    Berbunga dan berbuah setiap tahun. Di sebaran alami beriklim musim, mulai berbunga pada musim kemarau ketika pohon menggugurkan daun. Di luar sebaran alami beriklim musim, periode pembungaan dan pembuahan tidak jelas, bunga dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun. Buah masak terjadi 1,5 bulan setelah pembungaan.

                    3. Panen buah

                    Buah umumnya dikumpulkan di lantai hutan. Buah masak yang jatuh mungkin masih hijau, kemudian berubah kuning setelah satu minggu. Sekitar dua minggu, buah menjadi coklat dan setelah tiga minggu menjadi hitam. Pengumpulan lebih baik dilakukan ketika masih hijau atau kuning. Daya kecambah benih dari buah coklat atau hitam sangat rendah. Karena tidak semua buah jatuh dan masak pada saat yang sama, maka buah dikumpulkan dua kali dalam seminggu selama beberapa bulan pengumpulan. Sebelum pengumpulan buah, semak dan gulma di lantai hutan dibersihkan. Produksi buah dipengaruhi umur tegakan, kondisi ekologis dan tegakan. Produksi benih (biji batu) berkisar 30-170 kg/ha/tahun. 4. Penanganan dan pemrosesan benih

                    Pengangkutan buah ke tempat pemrosesan hendaknya dalam keranjang terbuka atau jaring, jangan dimasukkan karung plastik. Untuk mencegah fermentasi, buah segera diangkut ke tempat pembersihan dalam 24 jam, terutama buah yang telah kuning atau coklat. Hati-hati kerusakan daging buah karena fermentasi dimulai dari buah yang rusak. Di tempat pemrosesan, buah hendaknya disortasi dalam kelompok yang segera diproses (kuning dan coklat) dan kelompok yang memerlukan pemasakan pasca panen (hijau kekuningan). Pemasakan demikian dilakukan di bawah naungan dengan menebar buah setebal 10-15 cm hingga berubah kuning. Sortasi ini berlangsung 1 minggu. Pengupasan daging buah dalam jumlah kecil dikerjakan secara manual dengan meggosok buah hingga terlepas daging buahnya kemudian dicuci dengan air. Dalam jumlah besar, menggunakan mesin pengupas kopi. Perendaman buah 24 jam sebelum pengupasan akan memudahkan pelepasan daging buah. Setelah pengupasan, buah ditebar di ayakan kawat kemudian disiram air untuk membersihkan lendir dan daging buah. Sisa daging buah biasanya masih menempel biji setelah pengupasan, sehingga pembersihan lanjutan yaitu secara manual dengan menggosok biji dengan pasir bercampur air atau secara mekanis (juga dengan pasir) menggunakan pengaduk semen. Tahap akhir, biji dicuci dan dijemur (2-3 hari).

                    5. Penyimpanan

                    Benih kering kadar 5-8% yang disimpan dalam suhu 4-5 °C dapat bertahan beberapa tahun tanpa ada penurunan daya kecambah. Karena penjemuran sulit menurunkan kadar air di bawah 10%, maka benih hendaknya di oven (35-50 °C) untuk penyimpanan jangka panjang. Jika benih akan ditabur dalam periode satu tahun setelah proses penjemuran, maka penyimpanan dalam wadah kedap udara sudah memadai. Untuk menghindari tikus sebaiknya disimpan dalam wadah logam.

                    6. Dormansi dan perlakuan pendahuluan

                    Benih tidak mengalami dormansi dan tidak memerlukan perlakuan pendahuluan. Sebelum ditabur sebaiknya benih direndam dalam air dingin selama 24 - 48 jam.

                    7. Penaburan dan perkecambahan

                    Benih ditabur pada bedeng tanah atau pasir yang ditutup lapisan tipis tanah atau pasir. Kecambah gmelina termasuk epigeal (kotiledon terangkat dari permukaan tanah). Tergantung kondisi awal benih berkecambah, kulit keras akan tertinggal atau terangkat dan benih sisanya masih mungkin berkecambah. Benih umumnya cepat berkecambah dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering lebih 100%, karena dari satu biji tumbuh lebih satu kecambah. Suhu optimal perkecambahan 30 - 31 °C. Suhu rendah menurunkan perkecambahan. Bedeng kecambah diletakkan di bawah matahari, naungan sebagian atau penuh menurunkan daya kecambah. Kecambah selanjutnya disapih di kantong plastik. Bibit siap tanam setelah berumur 5 - 6 bulan


                    Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Jati_putih







                    Detil data Centrosema plumieri Benth.
                    [Back]
                    Spesies : Centrosema plumieri Benth.
                    Nama Inggris : Butterfly pea
                    Nama Lokal : kacang katropong (Sunda)
                    Deskripsi : Terna bertahunan melata dan membelit, hampir gundul, mengayu pada pangkalnya. Berdaun tiga; bentuk daun bundar telur-menjorong, agak gundul. Perbungaan tandan di ketiak dengan 1-10 bunga, berwarna putih atau ungu, berbulu. Polong berukuran 8-20 cm x 9-16 mm, berparuh dengan 4 sekat. Biji berwarna coklat gelap hingga hitam.
                    Distribusi/Penyebaran : Kacang katropong berasal dari Amerika Tropika dan ditanam di Indonesia sebagai pupuk hijau di perkebunan karet dan kelapa di Jawa Barat.
                    Habitat : Tumbuhan ini ditanam di bawah ketinggian 450 m dpl. namun menghendaki tanah yang fertil, di tanah yang jelek pertumbuhannya lambat dan sering menderita serangan nematoda dan penyakit layu dan tidak tahan terhadap tanah asam.
                    Perbanyakan : Perbanyakan dilakukan dengan biji.
                    Manfaat tumbuhan : Tanaman ini merupakan tanaman penutup yang tahan lindungan di perkebunan coklat, karet, kelapa dan kelapa sawit, yang akhir-akhir ini digantikan oleh Centrosema pubescens. Selain itu juga digunakan sebagai pupuk hijau di kebun tebu dan padang rumput untuk meningkatkan produksi.
                    Sinonim : Clitoria plumieri Turpin ex Persoon.
                    Sumber Prosea : 11: Auxiliary plants p.272 (author(s): Sosef, MSM; Maesen, LJG van der)
                    Kategori : Kacang-kacangan
                     

                    Sumber : http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=191




                    Detil data Calopogonium mucunoides Desv
                    [Back]
                    Spesies : Calopogonium mucunoides Desv
                    Nama Inggris : Calopo
                    Nama Indonesia : Kalopogonium
                    Nama Lokal : (Indonesia), kacang asu (Jawa)
                    Deskripsi : Terna yang tumbuh cepat, dengan menjalar, membelit atau melata. Panjang hingga beberapa meter, membentuk sekumpulan daun yang tak beraturan dengan ketebalan 30-50 cm, dengan batang padat berrambut-rambut.Berdaun tiga, panjang tangkai daun hingga 16 cm. Daun berbentuk menjorong, membundar telur atau mengetupat-membundar telur, bagian lateral menyerong, kedua permukaan menggundul. Bunga tandan lampai, panjang hingga 20 cm, bunga dalam fasikulum berjumlah 2-6, berwarna biru atau ungu. Polong memita-melonjong, lurus atau melengkung, dengan rambut coklat kemerahan diantara biji, biji berjumlah 3-8. Biji berbentuk persegi padat dengan panjang 2-3 mm, berwarna kekuningan atau coklat kemerahan.
                    Distribusi/Penyebaran : Kalopogonium berasal dari Amerika tropis dan Hindia Barat. Kacang ini telah diperkenalkan ke Asia dan Afrika tropis pada awal tahun 1900 dan ke Australia pada tahun 1930. Kalopogonium telah digunakan sebagai pupuk hijau dan tutup tanaman di Sumatra pad tahun 1922 dan kemudian di perkebunan karet dan perkebunan serat karung di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kalopogonium di Indonesa ternaturalisasi dan telah tersebar ke seluruh daerah tropis.
                    Habitat : Kalopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m, tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm. Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi. Kalopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var. ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah(< 20%) daun-daun calopogonium akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun-daun yang berada dalam cahaya matahari penuh .
                    Perbanyakan : Perbanyakan calopogonium secara normal disebarkan oleh biji. Biji ditaburkan pada 1-3 kg/ha, pada umumnya ditaburkan dalam lubang berderet atau disebar bebas untuk produksi makanan hewan. Setelah biji ditebarkan, bubungan harus digulung untuk meningkatkan kestabilan. Biji yang baru dipanen pada umumnya mempunyai tingkat perkecambahan tinggi (> 75%). Sebagai konsekwensi, direkomendasikan scarifikasi mekanis, direndam dalam cuka belerang pekat selama 30 menit, atau direndam dalam air panas ( 75°C) selama 3 menit. Walaupun batang calopogonium dapat berakar pada setiap bukunya, biasanya stek yang ditanam tidak dapat bertahan. Benih pada umumnya tidak diinokulasi, jenis ini akan membentuk bintil akar sembarangan dengan rhizobia setempat. Jika diberikan inoculan maka digunakan galur rhizobium dari kacang tunggak seperti CB 756 Australia. Ketika ditanam sebagai penutup tanaman dalam perkebunan, calopogonium pada umumnya ditaburkan dalam campuran dengan kacang polong lain seperti Centrosema pubescens, dan Pueraria phaseoloides dengan 1-3 kg/ha calopogonium dalam total campuran 12-15 kg/ha benih yang ditaburkan. Ketika ditaburkan untuk produksi makanan hewan, calopogonium telah sukses bercampur dengan rumput berstolon, seperti rumput tetes tebu ( Melinis minutiflora) dan rumput Rhodes (Chloris gayana), dan dengan rumput tussock seperti setaria ( Setaria sphacelata).
                    Manfaat tumbuhan : Calopogonium dikenal baik sebagai satu jenis kacang polong pelopor yang berharga untuk melindungi permukaan lahan, mengurangi temperatur lahan, memperbaiki kandungan nitrogen, meningkatkan kesuburan lahan dan mengendalikan pertumbuhan rumput liar. Tanaman ini merupakan satu tanaman penutup panen yang penting untuk tanaman perkebunan, terutama karet dan kelapa sawit, di mana tanaman ini sering ditanam bersama dengan centro (Centrosema pubescens) dan kacang ruji (Pueraria phaseoloides). Calopogonium adalah juga digunakan sebagai suatu pupuk hijau untuk peningkatan kualitas lahan. Biasanya ditanam untuk makanan hewan, digunakan terutama sepanjang di akhir musim kering.
                    Sumber Prosea : 4: Forages p.72-74 (author(s): Chen, CP; Aminah, A)
                    Kategori : Kacang-kacangan

                    Sumber : http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=187


                    Tanaman Johar Obat Malaria

                    Tanaman johar sangat dikenal dari Zaman nenek moyang dulu untuk mengobati berbagai macam penyakit diantara nya penyakit malaria.

                    Kekayaan hayati yang sudah dimanfaatkan nenek moyang kita sejak ratusan tahun lalu, sampai kini masih potensial dikembangkan. Salah satunya adalah tanaman johar (Cassia siamea Lamk), yang telah digunakan secara empirik tradisional untuk mengobati malaria. Pengobatan malaria menjadi penting, karena saat ini berbagai upaya untuk mengatasi malaria masih belum memuaskan.


                    Penggunaan johar untuk atasi malaria sudah dilakukan masyarakat Jawa. Sedang di Aceh johar dikenal sebagai obat tradisional untuk penyakit kuning atau hepatitis.Alternatif pengobatan malaria diperlukan, karena resistensi parasit malaria terhadap beberapa obat modern banyak terjadi. Misal klorokuin di hampir semua provinsi di Indonesia. Daerah endemik malaria pun makin meluas. Perusakan lingkungan yang makin tak terkendali, membuat pemberantasan penyakit maupun vektornya makin berat.
                    KEBIASAAN menggunakan johar kemudian diteliti, untuk menjawab cara kerjanya dalam mengatasi malaria. Mungkinkah dapat membunuh parasit malaria, menurunkan demam, atau meningkatkan daya tahan tubuh?

                    Maka dilakukanlah penelitian pengaruh johar terhadap Plasmodium berghei in vivo pada mencit dan Plasmodium falciparum in vitro. Dilakukan pula penelitian untuk melihat efek antipiretik johar pada tikus yang didemamkan. Untuk mengetahui peningkatan daya tahan tubuh, dilakukan penelitian imunomodulator menggunakan tikus.

                    Selain itu, ada berbagai penelitian pelengkap antara lain toksisitas akut sampai subkronik, penelitian mutagenik untuk mengetahui efek perubahan gen yang dapat mengarah pada timbulnya kanker dan penelitian fitokimia untuk mengetahui kandungan zat berkhasiat, serta penelitian formulasi untuk memperoleh formula terbaik dilihat dari sisi teknologi farmasi.

                    Para peneliti obat tradisional di Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional, Badan Litbangkes Depkes RI, sudah mampu melakukan semua prosedur penelitian di atas. Namun, sebelum penelitian berlangsung, perlu dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui berbagai bentuk sediaan tanaman johar berdasarkan polaritasnya. Antara lain bentuk infus, ekstrak etanol 70 persen, ekstrak kloroform, ekstrak eter-minyak bumi.

                    Ternyata ekstrak etanol 70 persen toksisitasnya paling rendah sedang beberapa efek farmakologinya paling baik. Karena itu, digunakanlah bahan uji berupa ekstrak etanol 70 persen .

                    GARIS besar penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. Berdasarkan penelitian toksisitas akut menurut cara Weil dan kawan-kawan, ekstrak etanol 70 persen daun johar tergolong tidak toksik.

                    Cara menggunakan Daun Johar :

                    Caranya dengan menggunakan 3/4 genggam daun johar segar, dicuci lalu direbus dengan air bersih tiga gelas hingga tinggal lebih kurang tiga perempatnya. Sesudah dingin disaring lalu diminum dicampur dengan madu secukupnya diminum 3 kali sehari masing-masing 3/4 gelas.
                    Selamat mencoba.
                    Sunber :  http://tips-kesehatankita.blogspot.com/2009/04/tanaman-johar-obat-malaria.html


                    Cara Budidaya Pohon Jati

                    Posted on April 29, 2009 by lrcdbe

                    Siapa yang tidak kenal dengan Kota Blora? Kota kecil namun tenang, terletak di Pripinsi Jawa Tengah bagian timur. Berbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Banyak juga orang yang menyebutnya dengan “kota sate”.

                    Tetapi pada saat ini kita tidak akan membicarakan masalah makanan, terutama sate. Ada satu hal lagi yang menarik dari Kota Blora, dan ini lebih terkenal, tidak hanya di Jawa Tengah, namun di seluruh Indonesia bahkan sampai ke manca negara. Apalagi kalau bukan pohon jati. Jadi, kalau bapak ibu datang ke kota Blora, tengok aja ke kanan kiri jalan pasti akan disuguhi pemandangan yang indah, yakni hutan jati.

                    Mungkin Anda penasaran, bagaimana cara membudidayakan pohon jati supaya dapat tumbuh dengan subur. Apabila Anda tertarik, ikuti petunjuk berikut ini !

                    budi-daya-jati

                    Sebelum mulai menanam pohon jati, ada beberapa tips/cara yang perlu kita perhatikan.

                    • Pilihlah benih jati yang baik dengan ketentuan berdiameter 1-1,5 cm.
                    • Jemur benih jati tersebut sampai betul-betul kering.
                    •  Setelah bibit jati itu kering, rendamlah bibit tersebut dengan campuran air accu dan air tawar dengan perbandingan 1 : 10 ( air accu 1 liter perlu air tawar 10 liter ) selama 3 hari.
                    • Selanjutnya benih jati tersebut diangkat dan ditiriskan atau ditus selama 0,5 sampai 1 hari.
                    • Siapkan media / bedeng tabur ukuran sembarang, dan di sekelilingnya dibuatkan pembatas.
                    • Setelah media / bedeng siap, taburkan benih jati tersebut di atas bedengan.
                    • Setelah benih jati ditabur semua, kemudian benih tersebut kita timbun dengan pasir hitam/pasir bengawan setebal 1,5-2 cm.
                    • kemudian kita tutup bedeng tersebut dengan plastic, kalau tidak ada plastic bias kita tutup dengan dedaunan.
                    • Selama di dalam bedeng, benih tidak boleh kering harus diatur kelembabannya.
                    • Kemudian kita tunggu selama 7 – 14 hari.
                    • Kalau sudah berkecambah harus kita pindahkan ke polibek yang sebelumnya sudah kita siapkan.
                    • Polibek yang kita siapkan berisi tanah, pupuk organic/kandang, dan rambut padi, dengan perbandingan 1 : 3 : 2.

                    Selamat mencoba………………………………!

                    Sumber : http://apakabarpsbg.wordpress.com/2009/04/29/cara-budi-daya-pohon-jati/

                    MC (KORO BENGUK / Tempe Benguk) cara membuat tempe benguk

                    Tempe benguk (dari biji kara benguk, Mucuna pruriens) sebenarnya sudah buat oleh nenek moyang kita dahulu. Pada saat ini tempe benguk sudah sangat langka dan tidak akan di temukan di kota-kota besar.  Sebenarnya tempe benguk sangat lezat dan mantap jika mengolahnya dengan sabar dan teliti. Dulu saat saya masih sekolah SMP tempe benguk merupakan hidangan keluarga yang sangat nikmat, bisa untuk lauk dan bisa juga buat cemilan, jangan lupa bersama the atau kopi.

                    Koro benguk (Mucuna pruriens) merupakan jenis koro-koroan yang bila dibandingkan dengan kedelai, kadar protein dan lemak kara benguk lebih rendah, sedangkan kadar karbohidratnya lebih tinggi, bahkan dua kali kandungan karbohidrat kedelai. Pembudidayaan yang mudah dapat menjadikan koro benguk sebagai alternatif sumber protein.

                    Cara membuat tempe benguk secara tradisional :
                    1. Siapkan benguk(dari biji koro benguk) lalu kita rebus dengan air sampai mendidih kurang lebih 1 jam, terkadang dalam memasak dicampur dengan abu gosok, tujuannya adalah untuk menyerap getah yang ada di kulit beguk agar tidak terserap kedalam benguk itu sendiri, karena kalau tidak maka rasanya akan pahit.
                    2. Setelah dimasak kurang lebih 1 jam kemudian kita tiriskan, kemudian kita kupas kulitnya, setelah itu benguk kita cuci sampai bersih.
                    3. Setelah itu kita siapkan wadah ditambah air untuk merendamnya selama 3 hari, setelah direndam dalam air selama 3 hari kemudian kita tiriskan dan kita angin-anginkan.
                    4. Diteruskan ke proses peragian dengan mengunakan ragi seprti ketika membuat tempe dari kedelai.
                    5. Setelah proses peragian selesai, Benguk kita bungkus, biasanya dibungkus pake daun pisang atau daun jati. Setelah dibungkus ditarus dilantai atau tempat yang penting jangan lembab dan harus masih ada sirkulasi udaranya, setelah 1 atau 2 hari biasanya Tempe Benguk sudah jadi dan siap untuk dimasak.
                    6. Biasanya Tempe Benguk di masak dengan digoreng atau dibacem.
                    Selamat menikmati Tempe beguk.
                    sumber :http://resepmasakanindonesia.idcc.info/cara-membuat-tempe-benguk.htm 


                     

                    CP (Centrosema pubescens, Purple Butterfly)

                    4072009

                    DSC02257Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan pepohonan dalam area revegetasi adalah pemilihan tanaman penutup (coper crop) yang sesuai dengan kondisi lahan yang ada. Tanaman penutup tanah biasanya adalah jenis kacangkacangan antara lain Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Puerarai javanica atau Pologonium caeruleum (buku Teknik Budidaya Tanaman).

                    Centrosema pubescens atau biasa disebut Sentro berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman ini merupakan salah satu dari jenis legum yang paling luas penyebarannya di kawasan tropis lembab. Sentro diintroduksi ke kawasan Asia Tenggara dari kawasan tropis Amerika di abad ke 19 atau lebih awal. Bentuk bunganya yang seperti kupu-kupu sangat cantik dan khas dengan warnanya yang ungu terang.

                    Padang Centrosema

                    Saat ini Sentro telah dapat tumbuh alami di dataran-dataran rendah sampai tinggi,  merupakan salah satu jenis tanaman penutup yang sangat baik karena Sentro termasuk tanaman legum yang mudah berbunga, berbiji serta dapat dipakai sebagai tanaman campuran dengan semua jenis rumput maupun sebagai tanaman sisipan.

                    Centrosema pubescens sebagai salah satu tanaman cover crop yang dikembangkan di areal revegetasi lahan pasca tambang Pomalaa Project berfungsi melindungi tanah revegetasi dari pengaruh hujan dan aliran permukaan, serta banyak memproduksi biomassa dan sumber pupuk organik untuk memperkuat agregat tanah dan menyimpan ketersediaan air.

                    TomatKesuburan lahan yang disebabkan oleh sebaran Sentro di areal revegetasi Pomalaa Project dimanfaatkan juga untuk menanam beberapa jenis tanaman sayur-sayuran seperti tomat yang terlihat pada gambar disamping.

                    Sumber :  http://greenmining.wordpress.com


                    *** calopogonium mucunoides ( CM ) merupakan Terna yang tumbuh cepat, dengan menjalar, membelit atau melata. Panjang hingga beberapa meter, membentuk sekumpulan daun yang tak beraturan dengan ketebalan 30-50 cm, dengan batang padat meroma dengan rambut-rambut yang tersebar. Berdaun tiga, panjang tangkai daun hingga 16 cm, meroma. Daun berbentuk menjorong, membundar telur atau mengetupat-membundar telur dengan ukuran (1.5-)4-10(-15) cm x (1-)2-5(-9) cm, bagian lateral menyerong, kedua permukaan meroma melekap atau gundul. Bunga tandan lampai, panjang hingga 20 cm, panjang tangkai bunga 0-17 cm, meroma, bunga dalam fasikulum berjumlah 2-6, berwarna biru atau ungu. Polong memita-melonjong, dengan ukuran 2-4 cm x 3.5-5 mm, lurus atau melengkung, meroma halus dengan rambut coklat kemerahan di antara biji, biji berjumlah 3-8. Biji berbentuk persegi padat dengan panjang 2-3 mm, berwarna kekuningan atau coklat kemerahan.

                    Sumber : wikipedia.com

                    Cover Crop , Pengendali Gulma dan Penyubur tanah


                    Tanaman Kacang – Kacangan Penutup Tanah

                    • Legume (LCC=legume cover crop)
                    • Syarat : mudah diperbanyak (biji, stek), perakaran dangkal, pertumbuhan cepat daun banyak, tahan : pangkas, kering, naungan, OPT,mudah diatur-tidak membelit, tidak berduri, menyuburkan tanah 

                    Tanaman kacang-kacangan penutup tanah adalah setiap tanaman tahunan, dua tahunan, atau tahunan tumbuh sebagai monokultur (satu jenis tanaman tumbuh bersama-sama) atau polikultur (beberapa jenis tanaman tumbuh bersama-sama), untuk memperbaiki berbagai kondisi yang terkait dengan pertanian berkelanjutan. Tanaman penutup tanah sangat penting, alat berkelanjutan yang digunakan untuk mengelola kesuburan tanah, kualitas tanah, air, gulma (tanaman yang tidak diinginkan yang membatasi potensi produksi tanaman), hama (binatang yang tidak diinginkan, biasanya serangga, yang membatasi potensi produksi tanaman), penyakit, dan keragaman dan satwa liar , di AGROEKOSISTEM (Lu et al 2000).

                    AGROEKOSISTEM adalah sistem ekologi dikelola oleh manusia di berbagai intensitas untuk menghasilkan pangan, pakan, atau serat. Untuk skala besar, bentuk manusia struktur dan fungsi ekologis proses alam yang terjadi di AGROEKOSISTEM. Sebagai AGROEKOSISTEM sering berinteraksi dengan ekosistem alami tetangga dalam lanskap pertanian, tanaman penutup yang dapat meningkatkan keberlanjutan agroekosistem atribut juga mungkin secara tidak langsung meningkatkan kualitas ekosistem alam sekitarnya. Petani memilih untuk menanam jenis tanaman penutup tanah tertentu dan untuk mengatur mereka dengan cara tertentu berdasarkan kebutuhan khusus dan tujuan mereka sendiri . Kebutuhan dan tujuan yang dipengaruhi oleh biologis, lingkungan, faktor sosial, budaya, dan ekonomi dari sistem pangan di mana petani beroperasi (Snapp et al 2005)..

                    Macam Penutup Tanah
                    • Menjalar : diantara barisan tanaman, pelindung tebing, bersifat permanen

                    • Pelindung perdu : di antara barisan TBM, sebagai pagar, pupuk hijau, sementara


                    Jenis LCC Tipe Menjalar pada Perkebunan Kelapa Sawit

                    • Centrosema pubescens / CP
                    • Pueraria javanica / PJ
                    • Calopoginium mucunoides / CM
                    • Psopocarphus polustris / PP
                    • Calopogonium caeruleum / CC
                    • Desmodium ovalifolium / DO
                    • Mucuna conchinchinensis / MC
                    • Pueraria phascoloides / PP


                    Jenis LCC Tipe Pelindung Perdu pada Perkebunan Kelapa Sawit• Flemingia congesta
                    • Crotalaria anagyroides
                    • Tephrosia vogelii
                    • Caliandra callothyrsus (putih)
                    • Caliandra tetragona (merah)
                    • Penanaman LCC secara campuran dari berbagai jenis lebih menguntungkan dari pada hanya menggunakan 1 jenis LCC
                    • Seleksi LCC: perlu dilakukan sebelum dilakukan penanaman, seleksi dilakukan melalui pengujian daya kecambah
                    • Tujuan seleksi LCC: mengetahui kemurnian dan persentase pertumbuhan dari LCC sehingga akan didapatkan pertumbuhan di lahan yang baik
                    • Tingkat pertumbuhan minimum beberapa jenis kacangan: Calopoginium mucunoides (40%), Calopogonium caeruleum (30%), Pueraria javanica (60%), Mucuna conchinchinensis (75%)
                    • Apabila persentase pertumbuhan di bawah standar, kebutuhan benih dapat ditambah secara proporsional

                    Tanaman kacang – kacangan penutup tanah / Cover Crop juga disebut "pupuk hijau" ini digunakan untuk mengelola berbagai macronutrients tanah dan mikro. Sebagai contoh di Nigeria, tanaman penutup tanah Mucuna pruriens (koro benguk) telah ditemukan untuk meningkatkan ketersediaan fosfor dalam tanah setelah petani menggunakan lebih sedikit rock phosphate (Vanlauwe et al. 2000). Sehubungan dengan nutrisi, dampak tanaman pelindung yang ada pada manajemen nitrogen telah sangat diakui & dinikmati oleh para peneliti dan petani, karena nitrogen sering menjadi unsur ghara yang paling penting dalam produksi tanaman. Cover crop / tanaman penutup yang dikenal sebagai "pupuk hijau" yang tumbuh dan dimasukkan (oleh olah tanah) ke dalam tanah sebelumnya mencapai kematangan penuh, dan dimaksudkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitasnya . Mereka umumnya polong- polongan, yang berarti mereka adalah bagian dari Fabaceae (kacang) . Familia Fabaceae ini adalah unik karena semua spesies di dalamnya menghasilkan polong, seperti kacang, kacang-kacangan, bunga lupin dan alfalfa. tanaman penutup polongan biasanya tinggi dalam nitrogen dan sering bisa, untuk berbagai tingkatan, memberikan jumlah N yang diperlukan untuk produksi tanaman yang biasanya bisa diterapkan dalam bentuk pupuk kimia ( disebut pupuk pengganti ) (Thiessen-Martens et al 2005).. Kualitas lain yang unik untuk tanaman penutup polongan adalah bahwa mereka membentuk hubungan simbiosis dengan bakteri rhizobial yang berada di bintil akar leguminosa. Bunga lupin memiliki nodul yang isinya mikroorganisme tanah Bradyrhizobium sp. (Lupinus). Bradyrhizobia ditemui sebagai microsymbionts pada tanaman polongan lain (Argyrolobium, Lotus, Ornithopus, Acacia, Lupinus) asal Mediterania. Bakteri ini mengkonversi secara biologis N2 yang tersedia atmosfer gas nitrogen (N2) untuk nitrogen mineral biologis yang siap serap (NH4 +) melalui proses fiksasi nitrogen biologis. Sebelum kedatangan proses Haber-Bosch, metode energi-intensif dikembangkan untuk melakukan fiksasi nitrogen industri dan menciptakan pupuk kimia nitrogen, nitrogen paling diperkenalkan ke ekosistem muncul melalui fiksasi nitrogen biologis (Galloway et al 1995).. Beberapa ilmuwan percaya bahwa fiksasi nitrogen biologis luas, terutama dicapai melalui penggunaan tanaman pelindung, adalah satu-satunya alternatif untuk fiksasi nitrogen industri dalam upaya untuk mempertahankan atau meningkatkan tingkat produksi pangan di masa depan (Bohlool et al 1992,. Masyarakat dan Craswell 1992, Giller dan Cadisch 1995). fiksasi nitrogen Industri telah dikritik sebagai sumber nitrogen tidak berkelanjutan untuk produksi pangan akibat ketergantungan pada energi bahan bakar fosil dan dampak lingkungan yang terkait dengan penggunaan pupuk kimia nitrogen di bidang pertanian (Jensen dan Hauggaard-Nielsen 2003). Seperti dampak lingkungan yang luas termasuk kerugian pupuk nitrogen ke dalam air, yang dapat menyebabkan eutrofikasi (loading gizi) dan berikutnya hipoksia (deplesi oksigen) dari tubuh besar air. Sebuah contoh ini terletak pada Cekungan Mississippi Valley, di mana tahun loading pupuk nitrogen ke dalam DAS dari produksi pertanian telah menghasilkan zona "hipoksia mati" dari Teluk Meksiko ukuran dari New Jersey (Rabalais et al 2002).. Kompleksitas ekologi kehidupan laut di zona ini telah berkurang sebagai konsekuensi (CENR 2000). nitrogen membawa Selain ke AGROEKOSISTEM melalui fiksasi nitrogen secara biologis, tanaman penutup dikenal sebagai "tanaman menangkap" digunakan untuk mempertahankan dan daur ulang nitrogen tanah sudah ada. Menangkap tanaman nitrogen surplus mengambil sisa dari fertilisasi tanaman sebelumnya, mencegah dari yang hilang melalui pencucian (Morgan et al. 1942) denitrifikasi, atau gas atau penguapan (Thorup-Kristensen et al 2003).. Catch tanaman biasanya cepat tumbuh spesies sereal tahunan disesuaikan dengan mengais nitrogen tersedia secara efisien dari tanah (Ditsch dan Alley 1991). Nitrogen terikat dalam biomassa tanaman menangkap dilepaskan kembali ke tanah setelah tanaman menangkap didirikan sebagai pupuk hijau atau mulai terurai

                    Contoh Kebutuhan Benih LCC
                    • Pada penanaman LCC secara campuran kebutuhan benihnya sebagai berikut: Calopoginium mucunoides (6 kg/ha), Pueraria javanica (3 kg/ha), Mucuna conchinchinensis (2 kg/ha), dan Calopogonium caeruleum (0,5 kg/ha)


                    Kegunaan LCC• Menahan pukulan hujan
                    • Menahan laju air limpasan
                    • Menambah N
                    • Menambah BO (memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah)
                    • Melindungi permukaan tanah dari erosi
                    • Mengurangi pencucian unsur hara
                    • Mempercepat pelapukan barang sisa LC/replanting
                    • Menekan pertumbuhan gulma

                    Cover crop / tanaman penutup dapat meningkatkan kualitas tanah dengan meningkatkan tingkat bahan organik tanah melalui input tutupan biomassa tanaman dari waktu ke waktu. Peningkatan bahan organik tanah meningkatkan struktur tanah, serta air dan gizi memegang dan kapasitas dapar tanah (Patrick et al 1957).. Hal ini juga dapat menyebabkan peningkatan penyerapan karbon tanah, yang telah dipromosikan sebagai strategi mitigasi untuk membantu mengimbangi meningkatnya kadar karbon dioksida atmosfer (Kuo dkk 1997, Sainju dkk.. 2002, Lal, 2003).
                    Meskipun tanaman penutup dapat melakukan beberapa fungsi dalam suatu agroekosistem secara bersamaan, mereka sering ditanam untuk tujuan tunggal mencegah erosi tanah. erosi tanah adalah proses yang diperbaiki lagi dapat mengurangi kapasitas produktif suatu agroekosistem. tanaman penutup padat berdiri secara fisik memperlambat kecepatan curah hujan sebelum kontak permukaan tanah, mencegah tanah percikan dan aliran permukaan yg menyebabkan (Romkens et al 1990).. Selain itu, jaringan akar tanaman penutup besar membantu jangkar tanah di tempat dan meningkatkan porositas tanah, menciptakan jaringan habitat yang cocok untuk makrofauna tanah (Tomlin et al 1995)..
                    Kualitas tanah dikelola untuk menghasilkan situasi optimal untuk tanaman berkembang. Faktor utama kualitas tanah adalah salinasi tanah, pH, keseimbangan mikroorganisme dan pencegahan kontaminasi tanah.



                    Pengendalian Air 

                    Dengan mengurangi erosi tanah, tanaman penutup seringkali juga mengurangi baik tingkat dan kuantitas air yang mengalir di luar lapangan, yang biasanya akan menimbulkan risiko lingkungan perairan dan ekosistem hilir (Dabney et al 2001).. Cover biomassa tanaman bertindak sebagai penghalang fisik antara curah hujan dan permukaan tanah, sehingga air hujan untuk terus menetes ke bawah melalui profil tanah. Juga, seperti yang dinyatakan di atas, mencakup hasil pertumbuhan akar tanaman dalam pembentukan pori tanah, yang selain untuk meningkatkan habitat tanah makrofauna menyediakan jalur untuk air untuk menyaring melalui profil tanah daripada pengeringan di luar lapangan sebagai aliran permukaan. Dengan resapan air meningkat, potensi untuk penyimpanan tanah air dan pengisian kembali akuifer dapat ditingkatkan (Joyce et al 2002).. Tepat sebelum tanaman penutup tanah adalah dibunuh (oleh praktek tersebut termasuk memotong, mengolah, discing, rolling, aplikasi herbisida) mereka berisi sejumlah besar uap air. Ketika tanaman penutup tanah adalah dimasukkan ke dalam tanah, atau ditinggalkan di permukaan tanah, sering kali meningkatkan kelembaban tanah. Dalam AGROEKOSISTEM mana air untuk produksi tanaman adalah pasokan pendek, tanaman penutup dapat digunakan sebagai mulsa untuk menghemat air dengan bayangan, dan pendinginan permukaan tanah. Hal ini akan mengurangi penguapan kelembaban tanah. Dalam situasi petani lainnya mencoba untuk mengeringkan tanah secepat mungkin akan memasuki musim tanam. Di sini kelembaban konservasi tanah dapat menjadi masalah yang berkepanjangan. Sementara tanaman penutup dapat membantu untuk melestarikan air, di daerah beriklim sedang (terutama pada tahun-tahun dengan curah hujan rata-rata di bawah ini) mereka dapat penarikan pasokan air tanah di musim semi, terutama jika kondisi pertumbuhan iklim yang baik. Dalam kasus ini, tepat sebelum tanam, petani seringkali menghadapi tradeoff antara manfaat dari peningkatan pertumbuhan tanaman penutup dan kekurangan mengurangi kelembaban tanah untuk produksi tanaman kas musim itu. 


                    Pengendalian Gulma
                    tanaman penutup tebal berdiri juga sering bersaing dengan gulma selama masa pertumbuhan tanaman penutup tanah, dan dapat mencegah biji gulma yang paling berkecambah dari menyelesaikan siklus hidup mereka dan mereproduksi. Jika tanaman penutup yang tersisa pada permukaan tanah daripada dimasukkan ke dalam tanah sebagai pupuk hijau setelah pertumbuhan yang dihentikan, dapat membentuk tikar hampir tak tertembus. Hal ini secara drastis mengurangi transmitansi cahaya untuk bibit gulma, yang dalam banyak kasus mengurangi tingkat perkecambahan biji gulma (Teasdale 1993). Lebih jauh lagi, bahkan ketika benih gulma berkecambah, mereka sering kehabisan energi yang tersimpan untuk pertumbuhan sebelum membangun kapasitas struktural yang diperlukan untuk menembus lapisan mulsa tanaman penutup. Hal ini sering disebut tanaman penutup melimpahi efek (Kobayashi et al 2003).. Beberapa tanaman penutup menekan pertumbuhan gulma baik selama dan setelah kematian (Blackshaw et al 2001).. Selama pertumbuhan tanaman pelindung ini bersaing keras dengan gulma untuk ruang yang tersedia, ringan, dan nutrisi, dan setelah kematian mereka melimpahi berikutnya flush gulma dengan membentuk lapisan mulsa di permukaan tanah. Sebagai contoh, Blackshaw et al. (2001) menemukan bahwa bila menggunakan Melilotus officinalis (sweetclover kuning) sebagai tanaman penutup pada sistem bera yang diperbaiki (di mana masa bera sengaja ditingkatkan dengan sejumlah praktek manajemen yang berbeda, termasuk penanaman tanaman pelindung), biomassa rumput hanya merupakan antara 1-12% dari total biomassa berdiri di akhir musim tanam tanaman penutup. Selanjutnya, setelah berakhirnya tanaman penutup tanah, residu sweetclover gulma kuning ditekan ke tingkat 75-97% lebih rendah dibandingkan dengan kosong (tidak ada sweetclover kuning) sistem Selain penekanan gulma berbasiskan-kompetisi atau fisik, tanaman penutup tertentu dikenal untuk menekan gulma melalui allelopathy (Creamer et al 1996,. Singh et al. 2003). Hal ini terjadi ketika menutup senyawa biokimia tertentu tanaman yang rusak yang terjadi bersifat toksik bagi, atau menghambat perkecambahan biji, jenis tanaman lainnya. Beberapa contoh yang terkenal tanaman penutup allelopati adalah Secale cereale (gandum), Vicia villosa (vetch berbulu), Trifolium berpura-pura (semanggi merah), Sorghum bicolor (sorgum-sudangrass), dan spesies di keluarga Brassicaceae, khususnya mustard (Haramoto dan Gallandt 2004). Dalam sebuah penelitian, rye menutupi sisa tanaman yang ditemukan telah diberikan antara 80% dan 95% dari kontrol gulma berdaun lebar awal musim ketika digunakan sebagai mulsa selama produksi tanaman yang berbeda seperti kedelai, tembakau, jagung, dan bunga matahari (Nagabhushana et al 2001).


                    Pengendalian Penyakit
                    Dengan cara yang sama bahwa sifat allelopati tanaman penutup dapat menekan gulma, mereka juga dapat mematahkan siklus penyakit dan mengurangi populasi penyakit bakteri dan jamur (Everts 2002), dan nematoda parasit (Potter et al. 1998, Vargas-Ayala dkk. 2000 ). Spesies dalam keluarga Brassicaceae, seperti mustard, telah banyak ditunjukkan untuk menekan populasi penyakit jamur melalui pelepasan zat kimia beracun alami selama degradasi senyawa glucosinolade pada jaringan tanaman sel mereka (Lazzeri dan Manici 2001).



                    Pengendalian Hama 
                    Beberapa tanaman penutup digunakan sebagai apa yang disebut "tanaman perangkap", untuk menarik hama menjauh dari tanaman utama dan terhadap apa yang hama lihat sebagai habitat yang lebih baik (Shelton dan Badenes-Perez 2006). Perangkap areal tanaman dapat didirikan dalam tanaman, dalam pertanian, atau dalam lanskap. Dalam banyak kasus, tanaman perangkap ditanam selama musim yang sama dengan tanaman pangan yang dihasilkan. Luas lahan terbatas diduduki oleh tanaman perangkap dapat diobati dengan pestisida sekali hama tertarik ke dalam perangkap dalam jumlah yang cukup besar untuk mengurangi populasi hama. Dalam beberapa sistem organik, petani akan mendapat manfaat selama tanaman perangkap dengan bekerja sebagai vakum yang berukuran besar secara fisik menarik dari hama tanaman dan keluar dari lapangan (Kuepper dan Thomas 2002). Sistem ini telah direkomendasikan untuk digunakan untuk membantu mengendalikan hama lygus bug dalam produksi stroberi organik (Zalom et al. 2001). tanaman pelindung lainnya digunakan untuk menarik predator alami hama dengan menyediakan unsur-unsur habitat mereka. Ini adalah bentuk kontrol biologis dikenal sebagai habitat augmentasi, tetapi dicapai dengan menggunakan tanaman penutup (Bugg dan Waddington 1994). Temuan mengenai hubungan antara kehadiran tanaman penutup tanah dan predator / dinamika populasi hama telah dicampur, menunjuk ke arah perlunya informasi yang lengkap tentang jenis tanaman penutup yang spesifik dan praktik manajemen terbaik untuk melengkapi strategi manajemen hama terpadu yang diberikan. Misalnya, tungau predator Euseius tularensis (Congdon) dikenal untuk membantu mengendalikan hama thrips jeruk di kebun jeruk California Tengah. Para peneliti menemukan bahwa beberapa penanaman tanaman pelindung yang berbeda polongan (seperti kacang bel, vetch woollypod, Selandia Baru semanggi putih, dan kacang musim dingin Austria) disediakan serbuk sari yang cukup sebagai sumber makanan menyebabkan peningkatan populasi musiman di Congdon, yang dengan waktu yang baik berpotensi cukup memperkenalkan tekanan predator untuk mengurangi populasi hama thrips jeruk (Grafton-Cardwell et al. 1999).


                    Dampak Negatif LCC• Persaingan dengan tanaman pokok
                    • Mengganggu tanaman pokok
                    • Sebagai tempat bersarang tikus
                    • Kadang menjadi inang dari bakteri, virus, dan jamur


                    Beberapa Perlakuan Sebelum Penanaman Benih LCC • Perendaman benih dalam air hangat: dilakukan selama 2 jam pada suhu 75ºC
                    • Direndam dalam larutan glycerin: selama 2 jam pada suhu 60ºC
                    • Direndam dalam larutan asam (asam sulfat): selama 8-15 menit
                    • Penipisan kulit benih (skarifikasi)
                    • Supaya pertumbuhan dan perkembangan LCC berlangsung dengan baik, sebelum benih di tanam perlu diinokulasi menggunakan Rhizobium , atau setelah air perendam mendingin,campurkan pupuk mikroba TX- 777 4 tutup botol / liter air dan segenggam MX-888 per liter air rendaman. 
                    • ( www.pupukmikoriza.blogspot.com )


                    Pohon Pelindung• Ada beberapa jenis tanaman perkebunan yang habitat aslinya di dalam hutan untuk memberikan hasil yang tinggi perlu naungan sebagian, dengan pohon pelindung 
                    • Pohon pelindung : dalam barisan, melindungi tanaman pokok atau tebing, pematah angin, bersifat tetap, Albizzia falcata (sengon laut), Leucaena glauca, L. leucocephala
                    • Pohon pelindung mengurangi intensitas cahaya dan suhu, meningkatkan kelembaban udara dan mempertahankan lengas tanah, menambah bahan organik 


                    Kriteria tanaman yang akan digunakan 
                    sebagai pohon pelindung 
                    1. Morfologi daun, tipe percabangan, ketahanan hama penyakit 
                    2. Tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur 
                    3. Tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu
                    4. Tidak bersaing dalam kebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok
                    5. Tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah dimusnahkan
                    6. Sebaiknya dapat bernilai ekonomis
                    Sumber : http://cover-crop.blogspot.com 

                    Baca juga

                    Kelebihan dan Kekurangan CM (Calopogonium mucunoides)
                    1 Agustus 2024
                    Kelebihan dan Kekurangan CM (Calopogonium mucunoides)
                    Legume cover crop (LCC) adalah tanaman dari genus Leguminosa (buah berpolong/ kacangan). Berikut adalah kelebihan dan Kelemahan CM
                    Manfaat Benih LCC Pueraria javanica
                    1 Agustus 2024
                    Manfaat Benih LCC Pueraria javanica
                    Pueraria javanica merupakan jenis tanaman leguminosae yang sering dimanfaatkan sebagai LCC (Legum Cover Crop) dengan berbagai macam manfaat. Tanaman ini dapat menekan pertumbuhan gulma, bahkan jenis Chromolena.
                    Legume Cover Crop dan Manfaatnya bagi Lahan Pertanian
                    1 Agustus 2024
                    Legume Cover Crop dan Manfaatnya bagi Lahan Pertanian
                    Legume cover crop (LCC) merupakan tanaman leguminose atau kacang-kacangan yang sengaja ditanam di area pertanian. Tujuannya adalah untuk menutupi tanah alias mencegah kerusakan tanah sekaligus memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah itu sendiri
                    Apa Itu Legume Cover Crops?
                    30 Januari 2024
                    Apa Itu Legume Cover Crops?
                    Tanaman penutup tanah merupakan tumbuhan yang khusus ditanam untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik serta mencegah kerusakan tanah. Syarat tanaman sebagai penutup tanah adalah: Tanaman tidak menjadi pesaing bagi tanaman utama Pertumbuhannya cepat Memiliki tajuk yang rapat dan rimbun Mampu bersaing dengan gulma Tidak menjadi inang bagi hama dan penyakit tanaman
                    Perkecambahan Benih Sengon
                    29 Januari 2024
                    Perkecambahan Benih Sengon
                    Perkecambahan benih sengon (Paraserianthes falcataria) menggunakan media pasis kuantan dengan pasir sungai muara (anak sungai) di kecamtan kuantan hilir kabupaten kuantan singingi
                    Information
                    • Home
                    • How to Buy
                    • Site Map
                    • About Us
                    • Contact Us
                      Customer Service
                    •  081390018766
                    •  02986052795
                    •  sales@tanijaya.com
                    •  La Barka Seed
                    •  Lokasi Kami
                    •  labarkaseed
                      Tentang Kami

                    © 2011 www.tanijaya.com

                    Supplier Benih Legume Cover Crop dan Tanaman Kehutanan

                    Toko Online
                    Top